Gara-Gara Trump, Penyaluran Kondom untuk Negara Miskin Terhenti

4 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Ratusan ribu alat kontrasepsi senilai sekitar US$11 juta atau sekitar Rp178 miliar (kurs Rp16.200) terancam dibuang sia-sia di gudang penyimpanan di Belgia dan Dubai. Itu dikarenakan pemotongan bantuan luar negeri oleh Amerika Serikat.

Menurut laporan Reuters yang mengutip dua sumber industri bantuan dan satu mantan pejabat pemerintah, stok tersebut mencakup kondom, implan kontrasepsi, pil KB, dan alat kontrasepsi dalam rahim (IUD). Semua alat kontrasepsi itu seharusnya dikirim ke negara-negara termiskin di dunia untuk mencegah jutaan kehamilan tak diinginkan.

Namun sejak pemerintahan Donald Trump memangkas bantuan luar negeri sebagai bagian dari kebijakan "America First" pada Februari lalu, pengiriman alat-alat ini dihentikan. Pemerintah AS disebut tak ingin lagi menyumbangkan kontrasepsi atau membayar ongkos pengirimannya.

USAID, badan bantuan luar negeri AS, dilaporkan meminta kontraktor rantai pasok kesehatan mereka, Chemonics, untuk mencoba menjual stok tersebut. Dalam memo internal USAID pada April lalu, disebutkan alat-alat kontrasepsi itu seharusnya segera dialihkan ke entitas lain agar tidak terbuang atau menimbulkan biaya tambahan.

Seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri AS mengatakan kepada Reuters, belum ada keputusan resmi terkait masa depan stok ini. Ia enggan menjelaskan alasan kontrasepsi-kontrasepsi itu masih tertahan dan dampak dari pemangkasan bantuan tersebut.

Sementara juru bicara Chemonics menyatakan tidak bisa mengomentari rencana USAID, namun menegaskan pihaknya tetap bekerja mendistribusikan bantuan kesehatan global. Stok yang tertahan ini mewakili hampir 20% dari total kontrasepsi yang biasanya dibeli AS setiap tahun untuk disumbangkan ke negara-negara berkembang, menurut mantan pejabat USAID.

Namun menjual atau mendonasikan alat-alat ini disebut cukup sulit dan salah satu opsi yang kini dipertimbangkan adalah memusnahkannya. Biayanya pun tak murah, mencapai ratusan ribu dolar. Semakin lama dibiarkan, masa simpan produk juga akan menjadi masalah.

Sumber Reuters menyebut penundaan terutama disebabkan belum adanya arahan jelas dari pemerintah AS. Padahal alat kontrasepsi ini ditujukan untuk perempuan rentan di Afrika Sub-Sahara, termasuk remaja dan pengungsi yang berisiko tinggi mengalami kehamilan dini atau terinfeksi HIV.

"Kami tak bisa terus berdiam diri. Ketika urgensi dan kejelasan tak berjalan beriringan, kami harus ambil langkah," ujar kepala rantai pasok UNFPA, Karen Hong. Ia menambahkan, pihaknya kini menyusun rencana cadangan untuk mengisi celah suplai yang kritis.


(hsy/hsy)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Preventive Care Jadi Arah Baru Bisnis Layanan Kesehatan

Next Article Rahasia Trump Punya Harta Rp109 Triliun, Caranya Tak Terduga

Read Entire Article
| | | |