Geger Perang 2 Keluarga Rebut Perusahaan Rp 6.000 T, Ancam PDB Negara

2 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Gejolak di internal konglomerat India, Tata Group, memaksa intervensi langsung dari pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi. Pemerintah sangat khawatir dengan situasi di organisasi yang menyumbang sekitar 4% dari Produk Domestik Bruto (PDB) India ini.

Mengutip Straits Times, Menteri Dalam Negeri Amit Shah dan Menteri Keuangan Nirmala Sitharaman bertemu dengan beberapa pemimpin puncak Tata dalam pertemuan tertutup di Delhi pada 7 Oktober. Intervensi pemerintah yang belum pernah terjadi sebelumnya ini tampaknya telah meredakan keretakan internal untuk sementara.

Namun, para analis menduga gencatan senjata tersebut hanyalah sementara. Konflik internal ini semakin menjadi perhatian mengingat peran penting Tata Group dalam proyek-proyek yang bersinergi dengan prioritas ekonomi utama pemerintah India, termasuk investasi senilai US$ 11 miliar (sekitar Rp 181,5 triliun) untuk pabrik fabrikasi semikonduktor pertama di negara tersebut. Tata juga merupakan satu-satunya produsen iPhone Apple di India, selain Foxconn dari Taiwan.

Keretakan 2 Keluarga

Inti dari keretakan internal ini adalah perebutan kekuasaan yang muncul dari struktur pembagian kekuasaan Tata yang unik. Tata Sons, perusahaan induk dari seluruh grup, harus mendapatkan izin untuk investasi finansial besar apa pun yang melebihi US$ 11 juta (Rp 181,5 miliar) dari Tata Trusts, badan filantropi yang memegang mayoritas saham sebesar 66 persen di Tata Sons.

"Struktur di mana organisasi filantropi mengontrol perusahaan bisnis ini dipandang sebagai langkah visioner untuk membuat pengaturan permanen agar keuntungan usaha digunakan untuk amal, bukan untuk menguntungkan keluarga tertentu," jelas Ranganathan V, seorang kolumnis portal berita bisnis Moneycontrol.

Konflik yang mendasari keretakan ini berakar dari perseteruan puluhan tahun antara keluarga Tata dan Mistry yang mengendalikan pembagian saham. Perpecahan internal ini terekspos ke publik pada awal Oktober ketika Tata Trusts menolak penunjukan kembali salah satu anggota dewan yang juga merupakan mantan menteri pertahanan, ke dewan direksi Tata Sons.

Beberapa trustee di bawah kepemimpinan Mehlis Mistry memberikan suara menentang penunjukan Mr. Vijay Singh-yang merupakan wakil ketua Tata Trusts dan orang kepercayaan mendiang Ratan Tata-ke dewan Tata Sons pada September.

Permasalahan ini memuncak setahun setelah kematian mantan pimpinan Tata Group, Ratan Tata. Sementara Tata Trusts berupaya mendapatkan kontrol lebih besar atas urusan korporasi, Tata Sons dilaporkan juga tidak meminta izin dari Trusts selama bertahun-tahun. Penyelesaian perbedaan kronis ini akan sangat memengaruhi proyek-proyek penting yang dikepalai oleh grup senilai US$ 368 miliar (sekitar Rp 6.072 triliun) ini.

Hetal Dalal, Presiden Institutional Investor Advisory Services, sebuah firma penasihat tentang resolusi pemegang saham, memperingatkan konsekuensi buruk jika konflik tidak segera diselesaikan.

"Jika tidak terselesaikan, konflik ini berisiko menimbulkan konsekuensi yang jauh lebih besar: kerusakan reputasi, pengawasan regulasi, dan potensi intervensi pemerintah agar ketidakstabilan tersebut tidak berlarut-larut. Tata Group terlalu penting bagi PDB India untuk menanggung ketidakstabilan seperti itu," tuturnya.

Meskipun saat ini masalahnya tampak sudah tenang setelah pertemuan dengan para menteri, dan Tata Trusts telah merekomendasikan N. Chandrasekaran untuk masa jabatan lima tahun ketiga sebagai Ketua Tata Sons, para analis khawatir.

"Meskipun masalahnya terselesaikan untuk saat ini, mengingat struktur yang memberikan Trusts kekuasaan veto dalam keputusan krusial di dewan Tata Sons, perbedaan mungkin muncul dalam proyek-proyek kunci di masa depan, seperti investasi besar dalam semikonduktor, atau mendirikan bisnis baru," ujar Shriram Subramanian, pendiri InGovern, sebuah konsultan tata kelola perusahaan.

Rencana IPO

Tata Sons adalah salah satu, dan mungkin satu-satunya, perusahaan induk besar di dunia yang tidak terdaftar di bursa saham, berbeda dengan perusahaan sejenis di India seperti Bajaj Holdings dan JSW Holdings yang terdaftar secara publik.

Di tengah perselisihan ini, tekanan untuk go public atau melakukan Initial Public Offering (IPO) terhadap Tata Sons semakin menguat. Shapoorji Pallonji Group, yang merupakan pemegang saham individu terbesar setelah Trusts dengan porsi 18,4% saham, kembali menegaskan tuntutan lamanya agar perusahaan induk Tata Group ini mencatatkan sahamnya secara publik.

Pencatatan publik Tata Sons akan menjadi peluang bagi mereka untuk memonetisasi kepemilikan sahamnya dan membuka nilainya. Shapoorji Pallonji Mistry, ketua grup tersebut, membingkai IPO ini sebagai "keharusan moral dan sosial" yang akan menciptakan transparansi dan menguntungkan lebih dari 13 juta pemegang saham perusahaan Tata Group yang terdaftar secara publik, yang merupakan pemangku kepentingan tidak langsung di Tata Sons.

Namun, Tata Trusts menolak keras ide pencatatan saham tersebut. Trusts menyatakan kepada The Hindu Business Line bahwa mereka telah memutuskan untuk tidak mendukung IPO karena hal itu dikhawatirkan dapat merusak hak suara mayoritas khusus badan amal tersebut pada masalah antar-grup yang signifikan.

Lebih lanjut, Bank Sentral India (RBI) juga telah mengarahkan Tata Sons untuk mendaftarkan sahamnya secara publik. Tata Sons termasuk dalam 15 perusahaan besar yang dianggap RBI pada tahun 2021 sebagai kritis terhadap sistem keuangan dan diperintahkan untuk mencatatkan sahamnya secara publik guna meningkatkan pemeriksaan regulasi dan manajemen risiko pada tenggat waktu 30 September 2025.

Tenggat waktu tersebut telah berlalu, dan Tata Sons belum mematuhinya. Untuk menghindari pencatatan wajib ini, Tata Sons telah mengajukan permohonan kepada RBI untuk berhenti terdaftar sebagai Perusahaan Investasi Inti (Core Investment Company).

"Sudah menjadi DNA perusahaan keluarga di seluruh dunia untuk memperebutkan kendali, dan Tata tidak unik dalam hal itu. Tetapi tidak mencatatkan sahamnya merugikan tujuan promotor asli Tata karena hal itu menempatkan valuasi Tata Sons pada nilai yang lebih rendah," tambah Ranganathan V.

"Trusts seharusnya dapat mewariskan sahamnya, menikmati dana yang signifikan dan menginvestasikannya dalam lebih banyak lagi kegiatan amal seperti yang dibayangkan. Tanpa itu, Trusts hanya digunakan sebagai kedok untuk mengendalikan keputusan bisnis."


(tps/tps)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Mau Industri Padat Karya RI Maju? Pemerintah Harus Lakukan Langkah Ini

Read Entire Article
| | | |