Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara belum makin ambruk dan menyentuh level terburuk dalam tiga bulan. Namun, ada kabar baik dari Indonesia.
Merujuk Refinitiv, harga batu bara ditutup di posisi US$ 105,5 per ton atau melemah 1,86% pada perdagangan Selasa (9/9/2025).
Pelemahan ini memperpanjang tren negatif harga batu bara dengan melemah 3,96% selama empat hari beruntun. Harga penutupan kemarin juga menjadi yang terendah sejak 30 Mei 2025 atau tiga bulan lebih.
Pada pekan lalu, harga batubara termal domestik di China turun untuk minggu kedua berturut-turut, terutama akibat cuaca yang lebih dingin sehingga mendorong penurunan permintaan listrik dan konsumsi batu bara.
Di pelabuhan transfer utara, kegiatan jual beli secara spot nyaris terhenti karena utilitas lebih memilih memenuhi kontrak jangka panjang dan hanya melakukan impor batu bara terbatas secara insidental.
Tren penurunan konsumsi batu bara secara domestik memperkecil kebutuhan akan tambahan pasokan dari pasar dalam negeri.
Laporan dari Mysteel menunjukkan harga batubara termal dengan kandungan 5.500 kcal per kg NAR, FOB pelabuhan utara, berada pada CNY 686 per ton (sekitar US$ 96,2), turun CNY 9 per ton minggu sebelumnya, dan total penurunan mencapai CNY 16 per ton sejak 22 Agustus.
Grade dengan kandungan lebih rendah yaitu 5.000 kcal/kg dan 4.500 kcal/kg NAR masing-masing turun CNY16 dan CNY 15, menjadi CNY 599 per ton dan CNY 525 per ton.
Dalam laporan bulanan, Mysteel Global juga memperkirakan pasar batu bara kokas China tetap dalam kondisi "keseimbangan ketat" sepanjang September di tengah lemahnya permintaan dan pasokan. Kajian tersebut memprediksi adanya koreksi harga turun tipis pada paruh pertama bulan karena tambang batubara kokas perlu menjual di tengah melemahnya permintaan dari konsumen akhir.
Sebagian besar tambang di provinsi Shanxi yang sempat ditutup menjelang parade militer kini mulai beroperasi kembali. Namun, salah satu survei lembaga tersebut menunjukkan bahwa pembukaan kembali itu mungkin hanya sedikit meningkatkan pasokan, karena tekanan regulasi terkait kepatuhan terhadap standar keselamatan tambang masih berlaku.
Mysteel menekankan bahwa prospek jangka panjang pasar sangat bergantung pada dinamika produksi baja domestik dan pemulihan konsumsi produk logam.
Analis S&P Global mencatat dalam ulasan Agustus bahwa kuartal ketiga tahun ini di pasar batu bara kokas Asia dimulai dengan keraguan mengenai kapan tren penurunan harga akan berhenti, menyusul potensi peningkatan stok di India setelah musim hujan, serta perubahan sentimen di China.
Permintaan batubara kokas di India juga bisa didukung oleh keberlanjutan pembatasan impor kokas hingga akhir tahun ini.
Kabar Baik untuk Indonesia
Ekspor batu bara Indonesia di Juli 2025 menunjukkan pemulihan signifikan secara bulanan, didorong oleh permintaan tinggi dari negara-negara seperti China, Korea Selatan, Jepang, dan beberapa lainnya. Meskipun begitu, ekspor tahunan masih menunjukkan tren penurunan.
Penguatan ekspor terutama berasal dari wilayah Kalimantan, baik dalam volume maupun aktivitas pelabuhan, sementara harga batubara menurun di sebagian besar tingkat kalor.
Bigmint melaporkan ekspor batu bara termal Indonesia naik 22% (month to month/mtm) mencapai 30,43 juta ton di Juli 2025, dari 24,93 juta ton pada Juni.
Lonjakan ini terutama didorong oleh permintaan Asia yang kembali meningkat, meskipun secara tahunan terjadi penurunan 4% YoY.
Penguatan permintaan impor yang signifikan datang dari China yakni naik 73% (mtm) menjadi 7,66 juta ton, Korea Selatan menguat 45% menjadi 2,81 juta ton, Jepang menanjak 52% menjadi 2,27 juta ton, Filipina bertambah 2% menjadi 2,67 juta ton, sementara Malaysia naik 18% menjadi 1,98 juta ton.
Sebaliknya, India mengalami penurunan impor sebesar 7%, yakni ke angka 6,51 juta ton, yang dipengaruhi oleh meningkatnya ketersediaan batubara domestik dan tingkat stok yang tinggi di pembangkit listrik.
Kalimantan menjadi penggerak utama ekspor sementara Sumatera malah turun. Sumatera mencatat penurunan 5%, menjadi 4,1 juta ton, dipengaruhi oleh ambruknya Jembatan Muara Lawai.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
(mae/mae)