Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia melesat signifikan dan berhasil mencapai level tertinggi dalam lima minggu. Lonjakan harga ditopang dolar Amerika Serikat (AS) dan imbal hasil yang melemah di tengah ketidakpastian global jelang kesepakatan perdagangan. Hal ini pun mendorong permintaan terhadap safe haven seperti emas.
Pada perdagangan kemarin, Senin (21/7/2025), harga emas dunia melejit 1,38% di level US$3.395,32 per troy ons. Pada perdagangan intraday harga emas sempat menyentuh level psikologis US$3.400 per troy ons, kenaikan ini pun menjadi penguatan emas selama dua hari beruntun.
Penutupan harga kemarin adalah yang tertinggi sejak 13 Juni 2025 atau lima minggu terakhir.
Pada perdagangan hari ini Selasa (22/7/2025) hingga pukul 06.44 WIB, harga emas dunia di pasar spot melemah 0,03% di posisi US$3.394,3 per troy ons.
Harga emas naik lebih dari 1% dan mencapai level tertinggi lima minggu pada perdagangan Senin karena dolar dan imbal hasil obligasi AS melemah di tengah ketidakpastian menjelang tenggat waktu Amerika Serikat (AS) pada 1 Agustus bagi negara-negara untuk mencapai kesepakatan perdagangan dengan Washington atau menghadapi tarif lebih lanjut.
Pada perdagangan Senin (21/7/2025), indeks dolar AS/DXY anjlok 0,64% di level 97,85. Dolar yang melemah membuat emas berdenominasi dolar lebih terjangkau bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain.
Sementara itu, imbal hasil obligasi Treasury AS 10 tahun juga terjun 1,38% di level 4,37. Angka tersebut mencapai level terendah dalam lebih dari satu minggu.
"Dengan tenggat waktu 1 Agustus yang semakin dekat, hal ini menimbulkan ketidakpastian di pasar dan hal itu tentu saja mendukung pasar emas," ujar David Meger, direktur perdagangan logam di High Ridge Futures, kepada Reuters.
Uni Eropa sedang menjajaki serangkaian kemungkinan tindakan balasan yang lebih luas terhadap AS karena prospek perjanjian perdagangan yang dapat diterima dengan Washington memudar, menurut para diplomat Uni Eropa.
Di sisi suku bunga, menurut CME FedWatch Tool para trader dan investor memperkirakan peluang penurunan suku bunga oleh Federal Reserve AS sebesar 59% pada bulan September.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengatakan bahwa seluruh The Federal Reserve (The Fed) perlu diperiksa sebagai sebuah institusi.
Obrolan tentang penurunan suku bunga AS yang lebih awal dari perkiraan semakin meningkat, dengan spekulasi seputar kemungkinan penggantian Ketua The Fed Jerome Powell dan perombakan The Fed menambah kekhawatiran pasar, menurut Meger.
Emas dianggap sebagai lindung nilai terhadap ketidakpastian dan cenderung berkinerja baik dalam lingkungan suku bunga rendah.
Selain itu data menunjukkan, konsumen emas terbesar dunia, China, mengimpor 63 metrik ton logam mulia bulan lalu, jumlah terendah sejak Januari.
Namun, kenaikan harga emas masih harus diuji. Hari ini, Ketua The Federal Reserve, Jerome Powell dijadwalkan akan berpidato dalam acara European Central Bank Forum on Central Banking2025 di Sintra, Portugal pada hari ini.
Pelaku pasar menantikan pernyataan Powell sebagai petunjuk arah kebijakan moneter ke depan, khususnya dalam merespons dinamika baru seperti kebijakan tarif resiprokal yang mulai diberlakukan.
Fokus utama pasar adalah pada kemungkinan perubahan suku bunga acuan menjelang pertemuan FOMC berikutnya yang akan digelar pada 29-30 Juli 2025. Berdasarkan proyeksi dari perangkat FedWatch, The Fed diperkirakan masih akan mempertahankan suku bunga di kisaran 4,25%-4,5% pada bulan ini.
The Fed diperkirakan akan menurunkan suku bunga sebanyak dua kali lagi di sisa tahun ini, masing-masing 25 basis poin pada pertemuan September dan Desember. Dengan begitu, suku bunga acuan AS diproyeksikan berada di kisaran 3,75%-4% pada akhir 2025.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/saw)