Jakarta, CNBC Indonesia - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah untuk menjadikan proyeksi terbaru pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh Dana Moneter Internasional atau IMF sebagai acuan untuk segera membenahi ekonomi.
Dalam forecast terbarunya yang termuat di World Economic Outlook (WEF) edisi April 2025, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya akan 4,7% pada 2025-2026. Proyeksi itu hasil revisi ke bawah perkirakan pertumbuhan ekonomi RI sebelumnya dalam WEF edisi Januari 2025 yang masih bisa mencapai 5,1% pada tahun ini dan 2026.
Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mengatakan, proyeksi itu mesti menjadi acuan pemerintah untuk mendeteksi faktor-faktor yang menekan laju pertumbuhan dalam dua tahun ke depan. Setelahnya, perbaikan harus segera dilakukan untuk mendorong laju pertumbuhan tak melenceng dari target pertumbuhan ekonomi 8% pada 2029.
"Saya yakin ini hanya sebuah pertanda, signal, ataupun warning bagi Indonesia supaya jangan sampai ini terjadi," kata Misbakhun kepada CNBC Indonesia, Rabu (23/4/2025).
"Karena target pertumbuhan 8% dari bapak presiden harus bisa benar-benar terwujud nanti di periode 2029 sesuai janji visi misi bapak presiden," tegasnya.
Ia mengatakan, program-program prioritas yang telah digariskan Presiden Prabowo Subianto sebetulnya mampu menjadi motor yang menjaga pertumbuhan ekonomi lebih cepat. Misalnya, program makan bergizi gratis (MBG), hilirisasi di sektor Sumber Daya Alam atau SDA, hingga kehadiran Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara.
Namun, memang harus ada penguatan supaya program itu bisa berjalan secara baik, dan memiliki efek langsung dalam mendorong pertumbuhan ekonomi RI. Terutama di tengah besarnya tekanan ekonomi global akibat perang dagang yang diluncurkan AS terhadap negara-negara mitra dagang utamanya.
"Kalau program ini (MBG) bisa dikelola dengan baik di jutaan titik yang diinginkan, anggaran Rp 171 triliun itu saya yakin beri dorongan ke pertumbuhan ekonomi kita. Kemudian ada Danantara, di mana proses investasi mereka saya yakin akan perkuat," tutur Misbakhun.
Selain program itu, Misbakhun berpendapat, hilirisasi akan menjadi program kunci dalam mempercepat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Maka, proyek-proyek pengembangan industrinya harus didukung melalui keberadaan Danantara. Tidak hanya di sektor pertambangan, melainkan juga harus merambah ke sektor pertanian, pangan, dan perikanan.
"Sehingga apa yang menjadi peringatkan IMF terhadap prediksi pertumbuhan ekonomi kita yang akan di kisaran 4,7% saja itu maka bisa kita antisipasi sejak awal, sehingga prediksi itu bisa kita perkirakan bahwa kita bisa tumbuh dari perkiraan awal yang hanya 4,7% tersebut," ujar politikus Partai Golkar itu.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Luky Alfirman menanggapi proyeksi IMF ini. Dia menilai penurunan perkiraan pertumbuhan ekonomi terjadi tak hanya untuk Indonesia, negara-negara lain juga mengalami hal serupa. Seperti pertumbuhan ekonomi AS dari 2,8% menjadi hanya 1,5%.
"Amerika itu dikoreksi pertumbuhannya dari sebelumnya itu bisa 2,8% tahun 2025 itu hanya 1,8%. Hanya gara-gara trade war ini. China yang bisa diatas 5% tumbuhnya diprediksi menjadi sekitar 4%. itu koreksi dari IMF yang baru saja keluar kemarin. Jadi masih fresh from the oven," ujar Luky dalam acara Musrenbang RPJMD Tahun 2025-2029 & RKPD Tahun 2026 Provinsi DKI Jakarta di Balai Kota, Jakarta Pusat, Rabu (23/4/2025).
Luky pun menjelaskan bahwa perlambatan pertumbuhan ekonomi akan dirasakan melalui sektor keuangan. Seperti nilai tukar yang terus melemah, pergerakan pasar saham yang melambat hingga kinerja Surat Berharga Negara.
"Perlambatan pertama itu maksudnya selalu lewat sektor keuangan. Makanya kalau lihat kemarin misalnya kita lihat gerakan nilai tukar, kita lihat misalnya pasar saham kita,gerakan yield SBN kita, itu bergerak sangat dinamis," ujarnya.
Kemudian pelemahan akan berlanjut ke sektor riil yang akan mempengaruhi penciptaan lapangan kerja kita, bahkan ke indikator pembangunan seperti kemiskinan dan sebagainya. Maka dari itu, Indonesia harus tetap waspada akan ancaman pelemahan pertumbuhan ekonomi.
Luky menilai Indonesia telah melalui berbagai macam krisis, salah satu pelajaran terbesarnya adalah bagaimana APBN dan APBN dapat menjadi 'shock absorber' untuk segala macam guncangan
"Indonesia dalam perjalanannya sudah mengalami berbagai macam krisis, baik besar maupun kecil, yang sifatnya mungkin sekedar hiccup atau kita shock bahkan krisis seperti COVID-19 kemarin. Salah satu lesson learn adalah ternyata instrumen APBN, termasuk APBD, itu harus kita selalu fungsikan sebagai shock absorber," tegasnya.
(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:
Video: IHSG Sempat Koreksi Tajam, Airlangga: Fundamental RI Masih Baik
Next Article Perkembangan Ekonomi RI Selama 100 Hari Kerja Prabowo