Investor Kakap Asing Incar Pasar Saham Asia, RI Termasuk?

7 hours ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah meredanya ketidakpastian ekonomi global, pasar saham Asia diperkirakan akan menjadi aset yang menarik bagi investor kakap global. Maka dari itu, tidak heran banyak bursa Asia tak terkecuali Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kini melonjak kencang. Pada hari ini IHSG dibuka menguat 1,18% dan kembali ke level 7.100.

Meskipun, seiring menurunnya tekanan inflasi global, kondisi makroekonomi masih dibayangi oleh peningkatan ketidakpastian kebijakan dan arah pertumbuhan yang tidak merata. Di AS, meningkatnya perselisihan perdagangan dan pergeseran prioritas fiskal telah membebani sektor industri, pasar tenaga kerja, dan konsumsi, sehingga mendorong bank sentral AS untuk mempertahankan bias dovish dan pasar memperkirakan suku bunga dapat turun ke level 3,5% pada pertengahan tahun 2026.

Luke Browne, Global Head of Multi-Asset Solutions, Senior Portfolio Manager, Head of Multi-Asset Solutions, Asia, mengatakan kondisi makro di tahun 2025 telah berkembang secara dramatis hanya dalam tempo enam bulan.

Di belahan dunia lain, pelemahan sektor manufaktur Eropa terlihat sudah mencapai level terendahnya, namun pertumbuhannya masih tersendat, dan Bank Sentral Eropa sudah menuju fase akhir siklus pelonggaran.

Selain itu, perdebatan seputar plafon utang AS, dampaknya terhadap imbal hasil obligasi pemerintah AS serta pergeseran yang berkembang ke hard assets menambah peluang lebih lanjut.

Terlepas dari volatilitas global saat ini, Charlie Dutton, Head of Emerging Market Equities, Co-Head, Senior Portfolio Manager, Emerging Markets Equity, tetap optimis terhadap prospek jangka panjang Asia, seraya menyebutkan adanya pendorong struktural yang kuat dan juga peluang-peluang dengan tingkat keyakinan tinggi di seluruh kawasan. Ia melihat adanya dorongan kuat tematik terkait AI, konsumsi, dan layanan kesehatan, di samping tren makro seperti disinflasi kawasan, sikap dovish bank sentral, dan mesin pertumbuhan yang terdiversifikasi di China, India, dan ASEAN.

Dutton mengatakan di daratan utama China, fokus telah bergeser ke arah transformasi struktural. Ini mencakup percepatan AI lokal, peningkatan belanja fiskal hingga 4% dari PDB, dan perluasan hubungan perdagangan dengan ASEAN. Meskipun fokus judul berita lebih sering menyoroti ketegangan perdagangan, cerita sebenarnya terletak pada upaya China untuk mencapai swasembada teknologi, inovasi layanan kesehatan, dan konsumsi domestik.

"Sedangkan untuk wilayah Taiwan, peluangnya berkisar dari rantai pasokan server AI, peningkatan lanjutan telepon pintar generasi baru, hingga infrastruktur jaringan 800G. Meskipun risiko ekspor tetap menjadi perhatian, pasar ini terus menarik dana global, terutama dalam desain chip dan co-packaged optics (integrasi komponen optik dan elektronik)," ungkapnya, seperti dikutip dari risetnya, Senin (14/7/2025).

India terlihat menonjol karena demografinya yang mendukung dan eksekusi kebijakan yang efektif. "Pemotongan pajak individu meningkatkan konsumsi, dan dengan eksposur perdagangan yang terbatas - di mana ekspor ke AS hanya berkontribusi terhadap 2% PDB - India relatif terisolasi dari guncangan tarif," jelas Dutton.

Dirinya juga menyoroti daya tarik ASEAN yang terus meningkat: "Negara-negara seperti Indonesia, Thailand, dan Malaysia diuntungkan oleh inflasi yang lebih rendah, penurunan suku bunga, dan penataan ulang rantai pasokan. Dengan populasi yang muda, infrastruktur yang membaik, dan momentum reformasi, ASEAN menarik investasi asing dan mendorong permintaan domestik. Kami melihat potensi yang kuat


(ayh/ayh)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Pelaku Pasar Modal Solid, IHSG Langsung Terbang 4%

Read Entire Article
| | | |