Jangan Salah Kaprah Proyeksi Manfaat Penerima Bansos

10 hours ago 3

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin) Budiman Sudjatmiko menyatakan bahwa ke depannya penerima bantuan sosial (bansos) hanyalah ditujukan pada tiga golongan, yakni: lansia, penyandang disabilitas, dan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).

Menurutnya, masyarakat yang terkategori sebagai masyarakat miskin dan memiliki kemampuan untuk terus produktif bekerja nantinya tidak lagi masuk ke dalam penerima manfaat bansos jika dipandang masih kuat untuk bekerja. Lebih lanjut, untuk mengurangi kemiskinan, BP Taskin akan mengalokasikan dana yang sebelumnya digunakan untuk bansos menjadi program-program produktif seperti pembukaan lapangan pekerjaan.

Adapun langkah yang dilakukan guna membuka lapangan pekerjaan tersebut ialah dengan mendorong ke sembilan amal usaha ekonomi modern. Menurutnya, program yang tengah didorongnya sebagai industrialisasi yang memerdekakan masyarakat miskin.

Dalam program ini terdapat sembilan sektor yang disasar untuk pembukaan lapangan kerja untuk masyarakat miskin. Adapun kesembilan sektor tersebut di antaranya: industri pangan, industri pengolahan, industri kesehatan, industri pendidikan, industri hunian, industri kreatif, industri digital, industri transportasi, dan energi terbarukan (Antara, 11/07/2025).

Di saat yang bersamaan, Budiman menganalogikan program bansos sebagai pelampung yang dapat menyelamatkan masyarakat miskin. Oleh karena diibaratkan sebagai pelampung, artinya hanyalah bersifat sementara. Perlu ada tindak lanjut supaya masyarakat tidak lagi mengandalkan hidupnya sekadar dari penerima bansos.

Salah Kaprah Sasaran
Pernyataan yang dilontarkan Kepala BP Taskin memang terdengar populis dan seolah-olah menjadi sebuah terobosan utamanya dalam menyelesaikan persoalan penyaluran dana bansos yang acapkali salah sasaran. Kendati begitu, sejatinya hal demikian jika diimplementasikan sebagai kebijakan merupakan langkah yang berbahaya.

Analogi mengibaratkan bansos sebagai pelampung dari Budiman merupakan analogi yang tepat. Jadi, masyarakat miskin terus didorong untuk berusaha untuk bekerja guna bertahan hidup. Adapun bansos hanyalah sebagai sebuah target antara guna mencegah masyarakat miskin menjadi semakin miskin.

Artinya, negara juga dituntut menyediakan ekosistem yang memadai guna mendorong lapangan kerja yang memadai. Hal ini guna memberikan kesempatan bekerja bagi masyarakat miskin yang sebelumnya tergolong sebagai penerima bansos.

Kendati begitu, salah kaprah justru dengan memasukkan disabilitas sebagai salah satu manfaat penerima bansos menurut sasaran BP Taskin. Statement tersebut apabila diterjemahkan ke dalam bentuk kebijakan berarti memosisikan penyandang disabilitas sebagai pihak yang tidak dapat produktif dalam bekerja.

Padahal nyatanya tidak seperti itu, alih-alih menjadikan disabilitas sebagai manfaat penerima bansos, justru langkah konkret pula perlu dilakukan guna mendorong disabilitas dapat mandiri secara ekonomi dan tidak bergantung pada bansos. Dengan memproyeksikan disabilitas sebagai penerima bansos berarti menegaskan stigma bahwa disabilitas adalah pihak yang selalu perlu dibantu, dengan menghilangkan potensi dari disabilitas itu sendiri.

Adapun langkah yang perlu dilakukan ialah dengan mendorong peningkatan kompetensi dari disabilitas itu sendiri. Penyandang disabilitas perlu mendapatkan pelatihan sekaligus penanaman kepercayaan diri dalam bekerja. Selain itu, mendorong perusahaan untuk membuka kesempatan untuk bekerja serta akomodasi yang layak juga perlu dilakukan guna memberikan akses yang sama bagi disabilitas untuk mendapatkan akses pekerjaan.

Hal demikian merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas (UU Disabilitas). UU Disabilitas mengubah sudut pandang sosial menjadi sudut pandang pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas. Artinya, fokus utama yang coba dibangun melalui UU Disabilitas ialah menjadikan disabilitas bukan hanya sebagai objek, namun subjek dari pembangunan dan pembuatan kebijakan.

Lebih lanjut, secara sederhana pendekatan yang dikonstruksikan melalui UU Disabilitas ialah tidak hanya memberikan disabilitas itu sebuah ikan, tetapi mendorong kompetensi dan partisipasi disabilitas dengan memberikannya pancing.

Langkah-langkah konkret yang dapat dan sudah dilakukan ialah dengan memberikan kuota disabilitas sebesar satu persen di perusahaan swasta dan dua persen di perusahaan pemerintah/BUMN/BUMD. Selain itu, melalui UU ini juga telah diatur insentif bagi perusahan yang mempekerjakan penyandang disabilitas.

Akan tetapi, langkah tersebut juga perlu adanya mekanisme pengawasan dan kontrol. Maka dari itu, di tiap daerah melalui UU disabilitas diwajibkan menyediakan Unit Layanan Disabilitas (ULD) ketenagakerjaan.

Nyatanya, ULD ketenagakerjaan di tiap daerah tidak benar-benar berfungsi secara optimal. Keberadaan ULD ketenagakerjaan hanya sebagai sekadar ada, tanpa diperkuat dengan keberadaan anggaran yang mencukupi, pelatihan kemampuan profesional, serta upaya untuk mendorong peningkatan terhadap pemahaman pada pendekatan dan isu disabilitas.

Alhasil, tujuan guna melakukan pengawasan ketenagakerjaan, peningkatan kemampuan dan kompetensi pekerja disabilitas, serta menjalin kerja sama antara pemerintah, dunia usaha, dan dunia pendidikan guna menggenjot semakin banyak disabilitas yang dapat bekerja menjadi tidak optimal. Efek domino dari hal ini ialah semakin sulit memutus dan memperbaiki angka disabilitas yang tergolong miskin.

Sebagaimana data Bappenas di tahun 2025 terdapat sekitar 11,46 persen penyandang disabilitas yang berada di bawah garis kemiskinan. Jumlah tersebut lebih tinggi dari tingkat kemiskinan nasional sebesar 8,57 persen.

Terbaru, penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) pada tahun ini menunjukkan bahwa meskipun pemerintah sudah memiliki program Asistensi Rehabilitasi Sosial (Atensi), namun kondisi tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dengan disabilitas.

Lebih jauh, dalam hasil penelitian tersebut menunjukkan fakta bahwa rumah tangga dengan anggota penyandang disabilitas lebih rentan sekaligus memiliki probabilitas peningkatan kemiskinan secara multidimensional, baik dari segi angka kemiskinan maupun intensitas deprivasi.

Dari sejumlah data tersebut, pendekatan dengan memberikan model sosial seperti bansos nyatanya tidak efektif memutus disabilitas dari jeratan kemiskinan. Perlu ada intervensi konkret lainnya seperti peningkatan terhadap kualitas pendidikan dan pelatihan, insentif di bidang usaha, dan konsesi dalam kemudahan akses pelayanan publik serta akses pekerjaan yang memadai.

Koreksi Bansos
Adanya fenomena di balik digunakannya uang bansos untuk aktivitas judi online sebagaimana ramai akhir-akhir ini menjadi alarm serius. Hemat saya, mekanisme bansos sudah waktunya dikoreksi. Ke depannya, bansos diperuntukkan bagi mereka yang benar-benar berada di garis kemiskinan ekstrem dan tidak berada di usia produktif atau dengan hambatannya sama sekali tidak dapat bekerja.

Kendati begitu, perlu adanya data yang responsif dalam menyikapi hal ini. Penyandang disabilitas misalnya, meskipun dalam keterbatasan tidak serta-merta berada di posisi tidak produktif untuk bekerja. Justru kelompok ini perlu mendapatkan dorongan dari pemerintah supaya dapat produktif dan berdaya secara ekonomi sehingga benar-benar terputus dari jerat kemiskinan.

Di akhir, bansos sesuai dengan namanya harus diperuntukkan benar-benar sebagai bantuan sosial. Jangan sampai, bansos digunakan sebagai pemulus kepentingan lainnya seperti kepentingan elektoral.

Tujuan akhir bansos adalah mencegah masyarakat miskin agar mendapatkan akses yang layak dalam hidup. Bukan berarti menggantungkan masyarakat pada bansos untuk terus hidup. Artinya bansos adalah target antara, bukan target akhir.

Oleh karenanya, langkah BP Taskin dalam hal ini untuk memperbaiki tata kelola manfaat penerima bansos adalah hal yang tepat, tetapi musti dilakukan dengan cermat.


(miq/miq)

Read Entire Article
| | | |