Jakarta -
Replika makanan menjadi budaya Jepang sejak ratusan tahun lalu. Kini proses membuatnya menjadi atraksi yang menarik minat para turis. Mereka mempelajari seluk beluk pembuatan replika makanan.
Replika makanan adalah benda yang dibuat semirip mungkin dengan makanan asli. Biasanya dipajang di bagian depan restoran untuk menunjukkan visual menu yang disajikan di sana.
Pengunjung pun jadi lebih mudah membayangkan hidangan tersebut. Tampilannya tak hanya menarik selera, tapi juga menunjukkan detail dari penggunaan bahan, topping, sampai garnish hidangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Membuat replika makanan adalah budaya sejak ratusan tahun lalu di Jepang. Di sana, replika makanan punya sebutan 'shokuhin sampuru' atau 'sampuru'.
Mengutip The Guardian (16/9/2019), sampuru kabarnya sudah ada hampir 100 tahun di sana. Semua bermula dari pembuatan replika makanan di Gujo Hachiman yang berlokasi di antara Osaka dan Tokyo.
'Bapak Replika Makanan' di Jepang
Tak hanya asal-usul wilayah 'kelahiran' replika makanan, tapi sosok yang memperkenalkannya juga menarik dibahas. Adalah Takizo Iwasaki yang dikenal sebagai 'Bapak Replika Makanan' di Jepang.
Ia pertama kali terinspirasi membuat replika makanan dari lelehan lilin yang jatuh hingga menyerupai suatu bentuk di tatami rumahnya. Kemudian Iwasaki beride membuat replika makanan dan terus menyempurnakan teknik membuatnya dari lilin.
Kemudian jadilah replika omelet dan saus tomat yang mirip aslinya. Replika ini hadir di sebuah department store di Osaka tahun 1932. Dari momen ini pula, industri replika makanan hadir.
Kelas replika makanan diminati turis
Foto: South China Morning Post
Mengutip South China Morning Post (19/11/2024), kelas replika makanan kini menjadi kegiatan yang menarik minat turis mancanegara di Jepang. Salah satunya ditawarkan oleh Iwasaki Group yang diyakini sebagai pihak pertama yang mengomersialkan produksi replika makanan pada tahun 1932.
Daniel Bucheli asal Swiss, misalnya, mengikuti kelas membuat replika makanan di toko Iwasaki yang ada di Asakusa. Ia mengatakan, "Saya ingin mencoba pengalaman budaya yang hanya bisa kita dapatkan di Jepang. Oishiso (ungkapan terlihat lezat dalam bahasa Jepang)," katanya sambil pura-pura menggigit replika tempura labu buatannya.
Sementara itu, ada Sam Li dari Hong Kong yang juga baru pertama kali belajar membuat replika. "Saya mengirim foto kepada putri saya yang berusia 14 tahun dan dia berkata dia ingin mencobanya. Saya pasti akan membawanya ke sini saat kami berkunjung lagi," ujarnya.
Kelas membuat replika makanan ada di lantai 2 toko tersebut. Sedangkan di lantai 1 menjual berbagai pernak-pernik replika makanan, seperti magnet dan gantungan kunci.
Pengrajin replika makanan di Jepang sangat detail. Baca halaman selanjutnya.