Mengapa Coklat Dubai Kini Viral di Dunia?

3 days ago 17

Jakarta, CNBC Indonesia - Cokelat batangan ala Dubai sedang jadi tren global. Brand-brand besar seperti Shake Shack, Crumbl, hingga Trader Joe's berlomba meluncurkan versi mereka sendiri, mengikuti viralnya tren yang bermula di Uni Emirat Arab (UEA).

Fenomena ini dimulai pada 2021 saat Sarah Hamouda, CEO Fix Dessert Chocolatier di Dubai, menciptakan cokelat berisi krim pistachio, kadayif (adonan filo parut), dan tahini. Awalnya ia hanya ingin membuat makanan penutup yang dibungkus cokelat namun tetap tampil seperti cokelat batangan.

"Yang saya tahu di benak saya hanyalah bahwa saya ingin membuat cokelat batangan yang pada dasarnya adalah makanan penutup yang dibungkus cokelat, tetapi terlihat dan terasa seperti cokelat batangan," kata Hamouda, seperti dikutip CNBC International, Selasa (3/6/2025).

Namun pada Desember 2023, cokelat ini meledak di media sosial. Penjualan Fix Dessert Chocolatier melonjak, dari satu pesanan per minggu menjadi belasan per hari.

Kini, cokelat tersebut hanya dijual di Dubai dan bandara internasionalnya. Namun berhasil terjual 1,2 juta batang hanya dalam sebulan, dengan omzet mencapai US$22 juta.

"Daripada menerima satu pesanan setiap minggu, kami mulai menerima 10, 15 pesanan," katanya.

"Itu menyenangkan, tetapi juga seperti, Anda tahu, ya Tuhan, seperti, bagaimana ini bisa terjadi," ujarnyo.

Namun, karena Uni Emirat Arab tidak tergabung dalam perjanjian merek dagang internasional, produk ini mudah ditiru. Hasilnya, tiruannya kini membanjiri pasar global.

Lindt, misalnya, telah merilis edisi terbatas dan tengah mengembangkan versi permanen. Shake Shack ikut meluncurkan milkshake rasa "Dubai chocolate", dan Crumbl sedang menyiapkan versi brownies-nya.

Starbucks bahkan mempromosikan menu buatan pelanggan yang terinspirasi cokelat ini. Perusahaan melihat lonjakan minat di kalangan Gen Z.

Nuts Factory, toko makanan di New York, mengklaim sebagai pionir penjual tiruan cokelat Dubai di kota itu. Permintaan yang tinggi membuat mereka harus membatasi penjualan satu batang per orang.

Kini, produksi mereka mencapai ribuan batang per hari. Bahkan, lengkap dengan rasa baru dan mesin tambahan.

"Orang-orang mulai menelepon tanpa henti. Kami tidak dapat memenuhi permintaan, dan kami mengubah dunia untuk memastikan kami memenuhi permintaan. Dan saya pikir sekarang kami dalam kondisi yang baik," kata CEO Nuts Factory, Din Allall.

Tren ini telah berlangsung 18 bulan dan belum menunjukkan tanda melambat. Trader Joe's pun ikut meramaikan dengan versi paling terjangkau: hanya US$3,99 per batang.

Meski masih dini untuk masuk daftar menu restoran besar, data dari firma riset Technomic mencatat tren rasa cokelat-pistachio di menu restoran naik 22,3% secara tahunan pada kuartal akhir 2024.


(sef/sef)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Efek Domino Perang Dagang ke Bisnis Parfum Lokal

Read Entire Article
| | | |