Miris! Kemenkes Ungkap Anak Usia 9 Tahun Sudah Mulai Merokok

1 day ago 6

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Kesehatan mengungkap fakta mengejutkan mengenai konsumsi rokok di kalangan remaja Indonesia. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) Kemenkes RI, dr. Siti Nadia Tarmizi mendata, jumlah perokok aktif di Indonesia mencapai 68 juta orang, termasuk 5,1 juta perokok pemula yang berusia di bawah 18 tahun.

"Angka ini sangat mengkhawatirkan. Bahkan sudah ada anak usia 4 sampai 9 tahun yang mulai merokok," ujar Nadia dalam kampanye Gerakan Berhenti Merokok untuk Indonesia Sehat di Jakarta, Rabu (11/6/2025).

Menurutnya, kondisi ini diperparah oleh kuatnya penetrasi industri rokok di Indonesia yang menyasar kelompok usia muda dengan kemasan menarik dan harga terjangkau. Padahal beban ekonomi akibat konsumsi rokok mencapai Rp410 triliun per tahun, jauh lebih besar dibandingkan pendapatan cukai yang hanya sekitar Rp200 triliun.

Tak hanya berdampak pada kesehatan dan ekonomi negara, rokok juga membebani anggaran rumah tangga. Data BPS menunjukkan, pengeluaran rumah tangga untuk rokok dan tembakau mencapai posisi ketiga setelah makanan jadi dan padi-padian, bahkan 2,5 kali lebih besar dari belanja telur dan susu. Di sisi lain, alokasi pengeluaran untuk pendidikan justru lebih rendah dibandingkan rokok.

Melalui strategi nasional bertajuk Upaya Berhenti Merokok (UBM), Kemenkes menargetkan peningkatan layanan berhenti merokok di 472 kabupaten/kota pada 2029. Pada tahun 2025, sudah ada 276 kabupaten/kota yang menyelenggarakan layanan ini.

"UBM bukan hanya ditujukan untuk perokok, tapi juga orang tua yang ingin anaknya berhenti merokok. Kami siapkan pelatihan, farmakoterapi, hingga sistem pencatatan layanan," jelas Nadia.

Upaya ini diperkuat dengan regulasi baru dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024, yang mengatur berbagai aspek pengendalian rokok, mulai dari larangan iklan, pembatasan penjualan per batang, hingga penyediaan layanan berhenti merokok di Puskesmas dan rumah sakit.

Namun demikian menurutnya tantangannya masih besar. Hanya 3% Puskesmas yang memberikan layanan farmakoterapi pada 2025. Pemerintah menargetkan kenaikan bertahap hingga 15% pada 2029.

Rokok Elektronik Jadi Beban Ganda
Nadia juga menyoroti bahaya rokok elektronik (vape) yang justru menjadi beban ganda, bukan solusi. "Kandungan nikotin dalam vape tetap memicu kecanduan. WHO sendiri tidak pernah menyebut ada ambang batas aman untuk nikotin," tegasnya.

Ia mengimbau masyarakat, khususnya orang tua dan tenaga pendidik, untuk waspada terhadap promosi rokok yang masih marak di sekitar sekolah. Pemerintah pun menegaskan larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari sekolah dan tempat bermain anak.

"Kita tidak ingin anak-anak kita tumbuh dengan tubuh yang rusak karena rokok. Negara harus hadir untuk melindungi mereka," tegas Nadia.


(hsy/hsy)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Preventive Care Jadi Arah Baru Bisnis Layanan Kesehatan

Next Article Masyarakat RI Ramai Pindah ke Rokok Murah, Ini Respons Bea Cukai

Read Entire Article
| | | |