Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan skema burden sharing antara Bank Indonesia (BI) dan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan, tidak akan memicu lonjakan laju inflasi dalam negeri.
Hal ini disampaikan Purbaya setelah rapat dengan Presiden Prabowo Subianto kemarin, Selasa (9/9/2025).
Purbaya menilai inflasi lebih disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi yang cepat, bukan dipicu dari burden sharing BI dan pemerintah.
"Kalau ekonomi tumbuh cepat baru bisa inflasi. Kalau pertumbuhannya di atas laju pertumbuhan ekonomi potensial. (Ekonomi) Kita (bisa) 6,5% sampai 6,7%. Jadi masih jauh kalau kita bilang demand pull inflasi akan terjadi," ungkapnya
"Artinya pertumbuhan yang terlalu cepat menyebabkan inflasi. Jadi nggak otomatis defisit APBN menyebabkan inflasi atau belanja menyebabkan inflasi," paparnya.
Sebelumnya, BI telah menjelaskan skema burden sharing atau berbagi beban terbaru yang dilakukan antara BI dengan Kementerian Keuangan adalah untuk mendanai program-program prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto melalui Asta Cita.
Burden sharing kali ini dilakukan melalui pembelian surat berharga negara (SBN) dalam jumlah besar, namun tetap di pasar sekunder, bukan primer seperti era Covid-19.
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso menjelaskan, burden sharing ini dilakukan antara BI dengan Kementerian Keuangan dengan cara pembagian beban bunga dengan membagi rata biaya bunga atas penerbitan SBN untuk program Pemerintah terkait Perumahan Rakyat dan Koperasi Desa Merah Putih, setelah dikurangi penerimaan atas penempatan dana Pemerintah untuk kedua program tersebut di lembaga keuangan domestik.
Dalam pelaksanaannya, pembagian beban kata Denny dilakukan dalam bentuk pemberian tambahan bunga terhadap rekening Pemerintah yang ada di Bank Indonesia sejalan dengan peran Bank Indonesia sebagai pemegang kas Pemerintah sebagaimana Pasal 52 Undang Undang Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana terakhir diubah dengan UU No. 4 Tahun 2023 tentang P2SK juncto Pasal 22 serta selaras dengan Pasal 23 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
"Selain itu, besaran tambahan beban bunga oleh Bank Indonesia kepada Pemerintah tetap konsisten dengan program moneter untuk menjaga stabilitas perekonomian dan bersinergi untuk memberikan ruang fiskal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan meringankan beban rakyat," kata Denny dikutip dari keterangan resmi, Kamis (4/9/2025).
Besaran pembelian SBN yang dilakukan BI sejak awal tahun ini hingga Agustus 2025 untuk membantu pembiayaan program-program Asta Cita mencapai Rp 200 triliun, termasuk pembelian di pasar sekunder dan program debt switching dengan Pemerintah sebesar Rp150 triliun.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article DPR dan Sri Mulyani Cs Rapat Sampai Tengah Malam, Ini Hasilnya