Purbaya Ungkap Kesalahan Krisis Moneter 97-98, Jangan Terulang!

4 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan penyebab kondisi krisis moneter 1998 yang tak lagi boleh terulang pada saat ini, di tengah besarnya tekanan ekonomi akibat ketidakpastian global.

Ia mengatakan, efek dari krisis 1998 telah memporak porandakan perekonomian Indonesia, sehingga harus terus dipahami penyebab utamanya, supaya tak lagi terjadi ke depannya.

"Negara sudah berantakan pada waktu itu kan. Pada 2000 pertumbuhan mendekati nol, rendah kan. Habis itu kita bantu ke sana, dan waktu itu Pak SBY (Presiden Susilo Bambang Yudhoyono) bisa tingkatkan pertumbuhan hingga 6% kan, terus diganti ke Pak Jokowi, pertumbuhannya sedikit di bawah 5% on average," kata Purbaya saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Jakarta, Rabu (10/9/2025).

Purbaya mengatakan, krisis moneter yang mulanya melanda beberapa negara Asia, sehingga terkenal sebagai Krisis Keuangan Asia 1997, seperti lebih dulu mengarah ke Thailand hingga Korea, namun dampak yang paling buruk malah dialami Indonesia.

Karena Indonesia mengalami dampak paling buruk, Purbaya mengaku langsung menganalisis penyebabnya kala itu, memanfaatkan pengalaman krisis yang terjadi di Amerika Serikat pada 1930, dan telah dianalisis pula oleh berbagai ekonom peraih nobel saat itu.

"Di buku moneter ada pemenang nobel yang bilang, dia mempelajari krisis 1930 di AS, dia bilang waktu krisis mereka debat bunga di nol kan kok masih krisis, rupanya waktu itu walau suku bunga rendah, nol, tapi uang vitamin yang di sistem perekonomian itu negatif, jadi ekonominya dicekik," ucap Purbaya.

Saat masa krisis di AS, ia mengatakan, suku bunga sudah mencapai titik terendahnya di kisaran 0%, namun ekonomi tak mampu juga bergerak akibat peredaran uang primer atau base money malah seret.

Masalahnya, pada periode krisis keuangan 1997-1998, Indonesia melakukan kebijakan serupa. Purbaya menegaskan, bedanya kala itu suku bunga memang telah dinaikkan untuk meredam tekanan kurs, namun peredaran uang primer malah diperbanyak sehingga tekanan inflasi juga terjadi secara signifikan.

"Kita melakukan kesalahan yang fatal, waktu itu BI naikkan bunga sampai 60% lebih untuk jaga rupiah, semua berfikir kita melakukan kebijakan uang ketat, wah bunga tinggi, enggak ada yang pinjam," ucap Purbaya.

"Tapi kalau kita lihat di belakangnya, apa yang terjadi? kita mencetak uang base money itu tumbuhnya 100%, jadi kebijakannya kacau balau, mau apa? mau ketat atau mau longgar?" tegasnya.

Kebijakan moneter yang tak jelas itu ia sebut menjadi titik awal hancurnya perekonomian Indonesia pada 1998.

"Kalau kita melahirkan kebijakan kacau yang keluar adalah setan-setannya dari kebijakan itu, bunga yang tinggi menghancurkan riil sektor, uang yang banyak dipakai untuk serang nilai tukar rupiah kita, jadi kita membiayai kehancuran ekonomi kita tanpa sadar," tutur Purbaya.

Ia menegaskan, permasalahan itu bukan disebabkan oleh kelalaian para ekonom kala itu, melainkan Indonesia memang belum pernah mengalami kondisi yang sebetulnya sempat terjadi di AS pada 1930, yang dikenal dengan periode The Great Depression.

"Ini bukan karena ekonom-ekonom yang dulu bodoh atau bagaimana, tapi memang kita belum pernah mengalami keadaan seperti itu, jadi kita belum tahu seperti apa dan saya simpulkan kesalahan kita seperti itu, jadi waktu 2008 ada global financial meltdown, kebijakan kita ubah," papar Purbaya.


(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 5 Ekonom Soroti Keputusan BI Pangkas Suku Bunga, Sudah Tepat?

Read Entire Article
| | | |