Rugi Diperkirakan Bengkak Rp82,2 T, Nissan Bakal PHK 10.000 Karyawan

7 hours ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan otomotif asal Jepang Nissan dikabarkan akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 10.000 karyawannya secara global seiring semakin kerugiannya yang diperkirakan memburuk.

Informasi ini disampaikan media Jepang pada Senin (12/5/2025), sehari sebelum perusahaan tersebut diperkirakan mengumumkan kerugian tahunan terbesar dalam sejarahnya, sekitar US$5 miliar atau setara Rp82,5 triliun.

NHK melaporkan bahwa keputusan ini merupakan tambahan dari pengumuman pada November lalu, di mana Nissan menyatakan akan memangkas 9.000 posisi. Dengan demikian, jumlah total pemangkasan tenaga kerja akan mencapai 15% dari seluruh pegawai perusahaan.

Pihak Nissan menolak berkomentar atas laporan tersebut, yang juga muncul di harian bisnis Nikkei. Sebelumnya, perusahaan ini disebut-sebut tengah mengalami restrukturisasi besar-besaran dan dibebani utang dalam jumlah besar.

Melansir AFP, persaingan ketat dengan produsen kendaraan listrik lokal di pasar Tiongkok menjadi salah satu tantangan utama Nissan. Selain itu, beban tarif impor dari Amerika Serikat turut memperparah tekanan terhadap kinerja keuangan perusahaan.

Wacana merger dengan sesama produsen otomotif Jepang, Honda, sempat dianggap sebagai jalan keluar potensial dari krisis. Namun, pembicaraan tersebut kandas pada Februari setelah Honda mengusulkan agar Nissan menjadi anak perusahaan, bukan merger setara di bawah satu entitas induk.

Pada bulan lalu, Nissan telah mengeluarkan peringatan bahwa kerugian bersih untuk tahun fiskal 2024-2025 diperkirakan mencapai antara 700 hingga 750 miliar yen. Angka ini akan melampaui rekor kerugian sebelumnya sebesar 684 miliar yen yang terjadi pada tahun fiskal 1999-2000, kala krisis keuangan melanda dan mendorong kerja sama dengan Renault.

Sejak itu, perusahaan terus mengalami berbagai hambatan, termasuk penangkapan mantan bosnya Carlos Ghosn pada 2018 yang kemudian melarikan diri dari Jepang dengan cara menyamar dalam kotak peralatan audio. Dalam upaya pembenahan, Nissan menunjuk CEO baru pada Maret lalu, meski sahamnya telah anjlok hampir 40% selama setahun terakhir.

Lembaga pemeringkat seperti Moody's telah menurunkan peringkat utang Nissan ke level "junk" atau tidak layak investasi. Penurunan ini disebabkan oleh lemahnya profitabilitas serta portofolio model kendaraan yang dianggap sudah usang.

Bulan ini, Nissan juga membatalkan rencana pembangunan pabrik baterai senilai US$1 miliar di Jepang selatan. Keputusan tersebut diambil karena kondisi pasar yang dinilai tidak kondusif bagi investasi jangka panjang.

Salah satu hambatan tambahan datang dari kebijakan Presiden AS Donald Trump yang menerapkan tarif impor sebesar 25% untuk semua kendaraan dari luar negeri. Analis Bloomberg Intelligence, Tatsuo Yoshida, menilai Nissan kemungkinan akan menjadi produsen mobil Jepang yang paling terdampak oleh kebijakan ini.

Menurut Yoshida, pelanggan Nissan cenderung lebih sensitif terhadap harga dibandingkan konsumen Toyota atau Honda. Hal ini membuat Nissan tidak bisa langsung menaikkan harga jual untuk mengimbangi tarif, karena dikhawatirkan akan kehilangan pangsa pasar.

Di sisi lain, lini kendaraan listrik Nissan belum mampu menarik minat pasar Tiongkok yang sangat kompetitif. Namun, perusahaan baru-baru ini mengumumkan investasi senilai 10 miliar yuan (sekitar US$1,4 miliar) di negara tersebut sebagai upaya memperkuat posisi.

Pasar kendaraan listrik Tiongkok kini merupakan yang terbesar di dunia, dengan produsen lokal seperti BYD mendominasi penjualan. Nissan kemungkinan membutuhkan mitra baru untuk menghadapi tekanan tersebut.

Salah satu calon mitra potensial adalah Hon Hai, perusahaan Taiwan yang dikenal dengan nama Foxconn dan selama ini dikenal sebagai perakit iPhone. Pada Februari lalu, Foxconn menyatakan terbuka untuk membeli saham Renault di Nissan, dan bulan ini perusahaan itu sepakat untuk mengembangkan kendaraan listrik bersama Mitsubishi Motors.

Menurut Yoshida, bantuan eksternal sangat dibutuhkan Nissan saat ini. Ia menilai perusahaan sudah tidak lagi mampu bertahan hanya dengan efisiensi internal atau pemangkasan biaya.


(haa/haa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Rugi Pengelola KFC Indonesia Bengkak di 2024

Next Article Video : Honda-Nissan Mau Merger, Tantang Mobil China?

Read Entire Article
| | | |