Rupiah Melemah: Dolar Dekati Rp 17.000, Ini Penjelsan dari Analis

3 days ago 6

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah mengalami tekanan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada awal perdagangan hari ini, Rabu (9/4/2025).

Dilansir dari Refinitiv, rupiah pada hari ini pukul 10:40 WIB tampak tertekan sebesar 0,56% ke angka Rp16.955/US$. Posisi ini senada dengan penutupan perdagangan 8 April 2025 yang ambruk 1,84% di posisi Rp16.869/US$.

Bahkan secara intraday, rupiah sempat ambruk hingga menyentuh level Rp16.965/US$.

Rupiah Keok di Hadapan Dolar AS

Maybank Indonesia Economic Research melaporkan bahwa rupiah bukan menjadi mata uang satu-satunya di Asia yang mengalami pelemahan, melainkan ringgit Malaysia,, yuan China, dan dolar Taiwan.

"Level support dan resistance terdekat untuk USDIDR kami perkirakan berada di 16.804 dan 17.000," dalam rilisnya.

Terpantau arus keluar dana asing (hot money) dari pasar keuangan domestik yang menekan mata uang Garuda. Kemarin, investor asing mencatat posisi jual bersih sebesar US$227,95 juta. Untuk pasar obligasi.

Berikut ini beberapa sentimen yang menekan rupiah.

1. Perang Dagang Global

Pembaruan global terbaru menunjukkan bahwa Presiden AS, Donald Trump melanjutkan kebijakan tarif lebih tinggi terhadap sekitar 60 mitra dagang, termasuk tarif sebesar 104% terhadap produk dari China.

Trump juga menyatakan akan segera mengumumkan tarif "besar" terhadap sektor farmasi. Selain itu, Trump mengatakan bahwa negosiasi kesepakatan yang "sangat spesifik" sedang berlangsung, termasuk dengan Jepang dan Korea Selatan.

Di sisi lain, China mengajukan permintaan konsultasi sengketa ke WTO, dan Perdana Menteri Li Qiang menyatakan bahwa Beijing memiliki banyak instrumen untuk mengimbangi dampak apapun.

Untuk diketahui, Trump akan tetap memberlakukan kebijakan tarif resiprokal alias tarif timbal balik untuk produk impor dari berbagai negara, tidak terkecuali produk dari Indonesia, mulai 9 April 2025 waktu setempat atau sekitar 11.00 WIB.

MelansirCNBC International, Senin (07/04/2025), Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick mengungkapkan Pemerintahan Trump akan tetap teguh dalam tarif timbal baliknya pada mitra dagang utama AS, bahkan dalam menghadapi aksi jual di pasar saham global.

"Tarif akan tetap berlaku. Dia mengumumkannya, dan dia tidak bercanda. Tarif akan datang. Tentu saja mereka (berlaku)," kata Lutnick, dilansir CNBC International, Senin (07/04/2025).

Dia mengatakan bahwa Gedung Putih tidak mempertimbangkan perpanjangan tenggat waktu awal.

"Tidak ada penundaan. Mereka pasti akan tetap di tempat selama berhari-hari dan berminggu-minggu. Presiden perlu mengatur ulang perdagangan global. Semua orang memiliki surplus perdagangan dan kita memiliki defisit perdagangan," tambahnya.

Hal ini tentu akan memberikan volatilitas yang besar pada pasar keuangan secara umum, baik global maupun domestik.

Situasi semakin memburuk di tengah adu tarif antara dua negara besar di dunia yakni AS dan China.

2. Kestabilan Fiskal Menjadi Perhatian

Ekonom Panin Sekuritas, Felix Darmawan mengungkapkan bahwa pada awal 2025, penerimaan pajak tercatat masih lesu, sementara kebutuhan belanja tetap tinggi.

"Investor melihat ini sebagai sinyal potensi tekanan fiskal, apalagi kalau defisit melebar. Jadi mereka lebih hati-hati, termasuk dalam pegang aset berdenominasi rupiah," kata Felix.

Sebagai catatan, baru dua bulan pada awal tahun ini, APBN telah mengalami defisit hingga sebesar Rp 31,2 triliun atau 5,1% dari target, dengan penarikan utang menembus hingga Rp 220,1 triliun atau 35,7% dari target Rp 616,2 triliun.

"Bisa saya katakan postur APBN kita tetap sama, defisit APBN didesain dengan 2,53% dari GDP," kata Sri Mulyani saat konferensi pers APBN awal tahun di kantornya, Jakarta, Kamis (13/3/2025).

3. Efek Libur Lebaran

Head of Treasury & Financial Institution Bank Mega, Ralph Birger Poetiray mengatakan bahwa rupiah telah tertekan sebelum idul fitr dan situasi tarif Trump membuat rupiah semakin terpuruk.

Senada dengan Birger, Felix juga mengemukakan hal serupa bahwa selama pasar tutup, sentimen global terus bergerak, termasuk ketegangan dagang yang makin panas. Ketika pasar mulai berjalan, terjadi penyesuaian harga (lag effect), termasuk di kurs rupiah.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
| | | |