Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyampaikan kenaikan tarif royalti di sektor mineral bakal berlaku pada bulan ini. Perubahan tarif ini dilakukan guna meningkatkan kontribusi penerimaan negara dari sektor tambang.
Semula, Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa kenaikan tarif royalti untuk sejumlah komoditas mineral, termasuk nikel dan emas, akan mulai berlaku efektif pada April 2025.
"Kalau royalti, untuk beberapa komoditas, termasuk nikel, emas, itu PP-nya sudah diselesaikan dan dalam waktu dekat sudah berlaku efektif. Bulan ini sudah berlaku efektif. Bulannya itu mungkin minggu kedua. Sudah berlaku efektif," kata Bahlil di Gedung Kementerian ESDM, Rabu (9/4/2025).
Menurut Bahlil, pemerintah sendiri telah melakukan sosialisasi untuk penerapan skema royalti yang baru. Adapun skema royalti terbaru nantinya akan menggunakan sistem range yang bergantung pada harga komoditas mineral di pasar global.
"Kalau harganya nikel atau emas naik, ada range tertentu. Tapi kalau tidak naik, itu tidak juga naik. Memang ada tabelnya. Kalau harga naik, otomatis perusahaan dapat untung. Masa kemudian kalau dapat untung, negara tidak mendapat bagian. Kita mau win-win. Kita ingin pengusahanya baik, negaranya juga baik," tambahnya.
Sebelumnya, Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey berharap sebelum menaikkan royalti, pemerintah seharusnya mempertimbangkan terlebih dahulu kondisi pasar global.
"Ya, mungkin harus dilihat dulu bahwa sisi globalnya dulu. Karena kondisi kita ini kita harus memikirkan bahwa end market kita kan ada di dunia luar," kata Meidy dalam acara Mining Zone CNBC Indonesia, dikutip Rabu (26/3/2025).
Ia lantas menekankan pentingnya pemerintah untuk mempertimbangkan beberapa aspek utama sebelum kebijakan ini diputuskan. Pertama, bagaimana permintaan global terhadap nikel Indonesia.
Kedua, bagaimana biaya produksi Indonesia dibandingkan dengan negara penghasil nikel lainnya. Ketiga, pentingnya konsistensi regulasi untuk menciptakan iklim investasi di kalangan investor. "Karena beberapa investor juga merasa, bagaimana mau berinvestasi di Indonesia kalau inkonsistensi dalam regulasi," kata Meidy.
(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Menakar Masa Depan Sektor Mineral di Indonesia
Next Article Royalti Nikel Bakal Naik Jadi 15%? Ini Jawaban ESDM