Siap-Siap, Perdagangan Saham TINS Dibuka Kembali Hari Ini

9 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Efek Indonesia (BEI) membuka kembali perdagangan saham PT Timah Tbk (TINS) mulai sesi I hari ini, 22 Oktober 2025. Saham TINS dapat kembali diperdagangkan setelah dikenakan suspensi pada 9 Oktober 2025 lalu karena harga sahamnya meroket tajam.

"Berdasarkan penilaian Bursa, maka dengan ini diumumkan bahwa suspensi atas perdagangan saham PT Timah Tbk (TINS) di Pasar Reguler dan Pasar Tunai dibuka kembali mulai sesi I tanggal 22 Oktober 2025," tulis manajemen BEI melalui keterbukaan informasi, Rabu (22/10).

Seperti diketahui, harga saham TINS belakangan ini meroket hingga perdagangan sahamnya dihentikan sementara (suspensi) oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Suspensi dilakukan sebanyak dua kali pada tangga 6 dan 10 Oktober 2025, yaitu pada saat harga saham TINS naik 19% dari Rp 1.900 per saham menjadi Rp 2.260 per saham dan pada saat harga saham naik 27% dari Rp 2.260 per saham menjadi Rp 2.280 per saham.

Sepanjang tahun berjalan saham TINS telah naik 165,44%. 

Sekretaris Perusahaan Timah, Rendi Kurniawan mengatakan, kenaikan harga saham TINS seiring dengan meningkatnya harga logam global. Harga timah global hingga September 2025 rata-rata meningkat sekitar 12,81% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2024. Sedangkan Harga rata-rata pada 3 bulan juga naik 12,5% menjadi US$ 32.169 MT.

"Dari periode 1 Januari 2023 sampai dengan 7 Oktober 2025 dimana untuk harga logam memang terjadi peningkatan. Dibandingkan dengan 1 Januari 2023 sampai dengan 7 Oktober 2025 Itu tercatat harga logam berada di 37.500. Dengan harga saham juga terlihat meningkat Sampai dengan bulan September tahun 2025 menjadi Rp 2.710 per lembar saham," ujarnya dalam konferensi pers beberapa waktu lalu.

Rendi juga menyampaikan, proyeksi harga timah untuk tahun 2025 akan berkisar pada US$ 32.000 hingga US$ 34.000 per MT. Proyeksi tersebut dipicu oleh permintaan industri manufaktur elektronik yang masih menjadi pendorong utama untuk permintaan logam timah.

"Kami juga akan memperkirakan ini akan makin menguat sampai akhir tahun 2025 yang memang secara fundamental Ini juga terlihat dari terbatasnya pasokan dari Indonesia dan juga Myanmar Baik juga dari Malaysia," sebutnya.

Apalagi, adanya keterbatasan logam akibat dari sejumlah kebijakan dan konflik yang terjadi sejumlah negara.

Ia mengungkapkan, jumlah produksi sampai dengan September 2025 ada gap sebesar 2%. Artinya, kebutuhan konsumsi lebih tinggi 2% dibandingkan produksi global.


(mkh/mkh)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Harga Naik 568%, BEI Gembok Perdagangan Saham PACK

Read Entire Article
| | | |