Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Peringatan Hari Sumpah Pemuda (HSP) yang ke-97 pada tahun ini merupakan momentum untuk mawas diri seperti apa nilai tambah manusia Indonesia khususnya para generasi mudanya. Pemuda saat ini dihadapkan pada masalah sulitnya mencari lapangan kerja yang layak.
Mereka banyak yang frustrasi sehingga bisa berakibat fatal pada era bonus demografi. Banyak pemuda yang belum bisa meningkatkan nilai tambah pribadinya karena jam kerja mereka belum optimal. Bahkan banyak pemuda yang tuna jam kerja, alias menganggur atau kerja serabutan.
Jumlah pemuda Indonesia sesuai dengan UU tentang Kepemudaan dengan rentang usia antara 16-30 tahun, menurut data BPS berjumlah 61,8 juta orang. Jumlah tersebut 24,5 persen dari total penduduk Indonesia. Sayangnya potensi demografi pemuda di atas belum dikelola dikelola dengan baik. Akibatnya semakin banyak pemuda Indonesia yang dilanda frustrasi dan terjebak dalam tindak kekerasan dan kriminalitas.
Pemuda mengalami pertarungan hidup yang sengit karena negaranya belum mampu memberikan lapangan kerja yang layak. Apalagi pemerintah masih belum bisa memberikan wahana atau ruang kreativitas dan akses pendidikan yang berkualitas bagi sebagian besar kaum muda.
Kunci untuk mewujudkan kemajuan bangsa dan mempercepat datangnya kemakmuran yang berkeadilan sering dilupakan. Kunci itu adalah tentang jam kerja segenap warga negara.
Untuk memacu menuju cita-cita kemerdekaan dibutuhkan jam kerja manusia Indonesia dalam suasana persaingan global yang kian sengit. Pacuan dan persaingan antar bangsa membutuhkan jam kerja warga negara yang terkelola dengan baik. Pemerintah berkewajiban mengelola dan memacu jam kerja warga negaranya secara bijak. Sesuai dengan perkembangan teknologi dan antisipasi ancaman disrupsi inovasi.
Jam kerja manusia Indonesia yang merdeka mestinya semakin berkualitas hingga membuahkan produktivitas yang bisa dibanggakan. Begitu pula aparatur negara tidak boleh korupsi jam kerja. Birokrasi jangan terlalu banyak menggunakan jam kerja untuk upacara atau apel pagi dan sore. Jam kerja buruh di persada Nusantara perlu dimanusiakan serta ditingkatkan kompetensinya agar lebih produktif dan berdaya saing.
Jika jam kerja warga negara dikelola dan diawasi dengan baik, niscaya kemajuan dan kemakmuran yang berkeadilan segera datang. Jam kerja warga negara perlu ditata dengan baik sebelum mewujudkan efektifitas hilirisasi sumber daya alam (SDA). Karena banyak negara yang sangat miskin SDA namun bangsa itu lebih cepat meraih kemajuan.
Karena bangsa yang miskin SDA itu pemimpinnya bisa mengelola jam kerja warga negaranya sebaik-baiknya sehingga disana-sini membuahkan nilai tambah yang luar biasa.
Baru saja saya menghadiri acara wisuda Program Profesi Insinyur Institut Teknologi Indonesia (ITI) di Kawasan Sains dan Teknologi (KST) BJ.Habibie di Serpong Tangerang Selatan, Banten. Tidak jauh dari pintu gerbang KST BJ.Habibie tersebut dipajang Krincingwesi.
Yakni nama yang diberikan oleh Presiden Suharto untuk prototipe yang kedua pesawat N250 (PA2). Pesawat hasil rancang bangun anak bangsa yang berkarya di Industri Pesawat Terbang Nusantara atau PT Dirgantara Indonesia. N250 itu sejatinya adalah manifestasi "sumpah" BJ.Habibie dan generasinya kepada Ibu Pertiwi. Seperti tergambar dalam puisi karya BJ.Habibie. Sayang sekali N250 tidak tuntas sertifikasinya dan gagal diproduksi secara massal.
Rakyat melihat BJ Habibie adalah Presiden RI yang sangat paham dan memiliki konsep, visi dan teori tentang cara mengelola jam kerja SDM bangsa. Publik tahu bagaimana Habibie sangat disiplin menjalankan jam kerja diri sendiri maupun jam kerja pegawainya.
Sebagai karyawan industri pesawat terbang yang beliau pimpin saya pernah tahu, betapa marahnya beliau ketika melihat ada karyawan saat jam kerja sedang santai membaca koran. Si pegawai itu didamprat habis-habisan, dan seketika dihadiahi SP-3 alias dipecat.
Inilah gaya manajemen Habibie yang justru sangat manusiawi dan anti korupsi jam kerja. Karena korupsi jam kerja sejatinya mengkhianati perjuangan kawan-kawan sekerja yang sedang berjuang meraih nilai tambah untuk perusahaan dan untuk bangsanya.
Pemikiran besar Presiden ke-3 RI terkait dengan strategi transformasi bangsa menuju kemajuan serta tentang falsafah nilai tambah dan jam kerja yang telah dirumuskan dengan baik dalam kondisi Indonesia saat ini perlu digencarkan.
Masih hangat dalam pikiran kita ketika Habibie mengusulkan pembentukan neraca jam kerja di Indonesia. Menurutnya, neraca jam kerja ini sebagai wujud pemantauan pemerintah terhadap kondisi lapangan pekerjaan. Habibie mengungkapkan usulannya itu saat menyampaikan ceramah umum dalam acara yang digelar Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-97 diwarnai dengan kondisi bangsa yang masih saja menjadi penyedia sumber daya alam atau bahan mentah bagi bangsa lain. Bahkan, hak dan kekayaan alam dikuras terus oleh pihak asing tanpa ada proses nilai tambah yang signifikan.
Perlu reinventing semangat kemerdekaan terkait dengan sumber daya alam dan industrialisasi khususnya pembenahan industri pengolahan atau manufacturing industry.
Spirit Sumpah Pemuda harus bisa mengubah kondisi inferior menjadi unggul. Dalam konteks industri pengolahan, keunggulan itu berupa peningkatan nilai tambah ekonomi lokal secara signifikan dengan penggunaan jam kerja WNI.
Pemerintah mesti memeras pikiran guna mencari solusi terkait dengan peningkatan eksploitasi SDA secara besar-besaran yang selama ini berlangsung dengan menurunnya daya saing sektor industri nasional. Bahkan para ekonom telah melihat mulai adanya deindustrialisasi di Indonesia.
Fenomena seperti itu pernah dialami oleh negeri Belanda seperti dikemukakan oleh majalah The Economist yang secara gamblang menjelaskan adanya pelemahan sektor industri pengolahan di Belanda setelah penemuan sumber gas alam yang volumenya sangat besar pada 1959.
Fenomena penyakit Belanda di atas telah menjadi penyebab utama deindustrialisasi pada negara yang memiliki SDA melimpah. Dari segi tingkat pertumbuhan ekonomi dan aktivitas pembangunan, negara yang terkena penyakit tersebut justru cenderung lebih rendah dibandingkan dengan negara lain yang justru tidak memiliki SDA.
Selama ini di Indonesia terjadi pengerukan SDA secara besar-besaran tanpa menimbulkan proses nilai tambah dan penggunaan jam kerja WNI yang optimal karena hanya dilakukan sebatas mengekspor bahan mentah minus proses pengolahan.
Perlu kebijakan yang jitu untuk atasi masalah natural resource yang menimbulkan penyakit Belanda. Apalagi kini sektor industri di Indonesia mengalami pukulan bertubi-tubi. Hal itu bisa menyebabkan angka pemutusan hubungan kerja (PHK) semakin meningkat.
Negeri ini membutuhkan pemimpin yang mampu mengelola jam kerja serta melakukan kebijakan industri nasional untuk mengembangkan industri pengolahan berbasis SDA. Kini agilitas merupakan istilah yang diimpikan oleh industri pengolahan.
Dalam persaingan global yang sengit sekarang ini industri nasional harus bisa mencapai kondisi agility, yaitu memiliki kapabilitas bisnis yang mencakup struktur organisasi, sistem informasi dan inovasi, proses logistik, dan pola pikir organisasi yang tangkas dan fleksibel untuk merespons setiap perubahan yang terjadi secara cepat.
(miq/miq)































:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5319082/original/060228700_1755504247-pspr.jpg)


:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5285579/original/071930200_1752717808-ChatGPT_Image_Jul_16__2025__11_01_37_AM.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5174412/original/075301900_1742925564-20250325AA_Timnas_Indonesia_Vs_Bahrain-17.JPG)


:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/4912935/original/030105800_1723120667-Latihan_Timnas_Indonesia_U-17_4.JPG)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5284222/original/004291500_1752589801-Timnas_Indonesia_U-23_Vs_Brunei_Darussalam_U-23-6.jpg)



:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5276978/original/022622300_1751970655-e7494ed4-199a-4886-adc7-134a47c0a893.jpeg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5274834/original/095110500_1751811864-1000595156.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5271468/original/063988200_1751511729-Timnas_Putri_Indonesia_vs_Pakistan-15.jpg)
