100 Hari, 200 Kasus Hukum: Trump 'Presiden Gugatan'-Rencana Berantakan

3 hours ago 3
Daftar Isi

Jakarta, CNBC Indonesia - Upaya Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk menjalankan sejumlah kebijakan ambisius dalam masa jabatan keduanya menghadapi hambatan hukum serius, dengan lebih dari 70 putusan dari hakim federal yang menghalangi berbagai aspek dari agendanya.

Hingga 100 hari masa jabatan keduanya, lebih dari 200 gugatan telah diajukan untuk menantang kebijakan-kebijakan tersebut, dari deportasi imigran hingga penghapusan program keberagaman dan inklusi.

Hal tersebut turut diiringi dengan tingkat kepuasan publik yang terus merosot.

Pengetatan Imigrasi dan Deportasi Mendapat Perlawanan

Salah satu bidang paling kontroversial adalah kebijakan imigrasi. Pada 19 April, Mahkamah Agung AS secara sementara melarang pemerintahan Trump mendeportasi para pria asal Venezuela yang sedang dalam tahanan imigrasi, menyusul kekhawatiran mereka akan dideportasi tanpa proses hukum yang layak.

Pemerintah menuduh mereka anggota geng kriminal Tren de Aragua, namun pihak keluarga dan pengacara membantah tuduhan tersebut.

Tiga hakim federal kemudian mengkritik penggunaan Undang-Undang Alien Enemies Act tahun 1798 - yang biasanya hanya dipakai saat perang - sebagai dasar hukum untuk deportasi massal.

Seorang hakim bahkan mengecam pemerintah karena secara keliru mendeportasi seorang pria asal El Salvador dan mencoba mengelabui pengadilan. Dua hakim lainnya menerbitkan perintah sementara yang mencegah deportasi lebih lanjut sambil menunggu keputusan jangka panjang.

Secara keseluruhan, setidaknya 19 putusan pengadilan telah menghalangi atau membatasi sementara kemampuan pemerintah untuk melakukan deportasi massal, menghentikan program pemukiman ulang pengungsi, dan membatasi pemberian kewarganegaraan otomatis bagi anak-anak yang lahir di AS.

Meski begitu, dalam sembilan kasus lainnya, hakim menolak menghentikan penggerebekan imigrasi di tempat ibadah, menonaktifkan aplikasi pendaftaran imigran, dan mengirim tahanan ke pangkalan militer di Guantanamo Bay.

Kewarganegaraan Berdasarkan Tempat Lahir di Ujung Tanduk

Isu hak kewarganegaraan otomatis juga menjadi sorotan. Mahkamah Agung dijadwalkan akan mendengar argumen pada 15 Mei terkait perintah eksekutif Trump yang menolak kewarganegaraan bagi anak-anak yang lahir di AS dari orang tua yang bukan warga negara atau penduduk tetap.

Tiga hakim federal sebelumnya telah mengeluarkan perintah nasional untuk memblokir kebijakan tersebut. Para penggugat berargumen bahwa kebijakan ini melanggar Amendemen ke-14 Konstitusi AS yang menyatakan bahwa siapa pun yang lahir di wilayah AS adalah warga negara.

Pemangkasan Anggaran dan Program Pemerintah Terancam

Trump juga menghadapi tekanan hukum dalam kebijakannya untuk membekukan triliunan dolar dana bantuan federal. Beberapa hakim telah menghalangi upaya pemerintah untuk mencabut hibah proyek energi bersih senilai US$20 miliar, memangkas dana kesehatan masyarakat sebesar US$11 miliar, dan mengurangi dana riset bagi universitas serta pusat medis.

Meskipun demikian, Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE) - dipimpin oleh sekutu Trump, Elon Musk - tetap memperoleh ruang untuk melanjutkan misinya merampingkan birokrasi.

Ribuan pegawai federal yang telah dipecat karena kebijakan DOGE telah diperintahkan untuk dikembalikan ke posisi mereka oleh beberapa hakim, meski keputusan itu saat ini ditunda oleh pengadilan banding.

Hak Transgender Jadi Medan Pertarungan Baru

Trump juga berupaya membatasi hak-hak transgender, termasuk melalui larangan terhadap mereka untuk bertugas di militer AS. Pada 24 April, pemerintah meminta Mahkamah Agung untuk mengesahkan kebijakan tersebut.

Hingga kini, setidaknya 14 putusan pengadilan telah menghentikan implementasi kebijakan tersebut, termasuk aturan baru yang mewajibkan narapidana transgender ditempatkan berdasarkan jenis kelamin lahir, serta pelarangan perawatan transisi gender untuk individu di bawah usia 19 tahun.

DEI (Keberagaman, Kesetaraan, dan Inklusi) Disorot

Trump juga mengeluarkan perintah eksekutif yang mengakhiri program DEI dalam pemerintahan federal dan mensyaratkan penerima dana hibah untuk memastikan bahwa mereka tidak menjalankan program yang melanggar hukum anti-diskriminasi.

Namun, empat hakim federal telah menghentikan sementara pelaksanaan kebijakan ini. Kelompok konservatif mendukung langkah Trump, mengklaim bahwa DEI mendiskriminasi orang kulit putih dan kelompok lainnya.

Empat hakim federal juga menangguhkan perintah eksekutif Trump yang membatasi aktivitas empat firma hukum besar. Para hakim menyatakan bahwa perintah tersebut kemungkinan merupakan tindakan pembalasan atas aktivitas hukum yang dilindungi oleh Amandemen Pertama Konstitusi.

Firma-firma tersebut diketahui pernah menangani klien yang menggugat kebijakan Trump atau terlibat dalam penyelidikan terhadapnya.

Perang Dagang dan Tarif Mendapat Tantangan Hukum

Kebijakan perdagangan Trump juga sedang digugat. Setidaknya tujuh gugatan hukum menantang kebijakan tarifnya terhadap mitra dagang asing.

Para penggugat menuduh Trump melanggar Konstitusi karena memberlakukan tarif tanpa persetujuan Kongres. Seorang hakim menolak permintaan larangan sementara, namun enam kasus lainnya masih dalam proses pengadilan.


(luc/luc)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Negosiasi RI & AS Dimulai, Ini Efeknya ke Industri Nasional

Next Article Video: Bahaya Perang Dagang Trump Intai Ekonomi RI

Read Entire Article
| | | |