Negara Chaos Dikuasai Geng Bersenjata, 5.000 Tewas-Warga Eksodus

6 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Laporan terbaru dari Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (OHCHR) mengungkapkan bahwa hampir 5.000 orang telah tewas akibat kekerasan geng bersenjata yang terus memburuk di Haiti sejak Oktober 2024. Situasi ini memaksa ratusan ribu orang mengungsi dan menambah parah krisis kemanusiaan yang sudah berlangsung lama di negara Karibia tersebut.

Menurut laporan tersebut, sebanyak 4.864 orang terbunuh dalam rentang waktu 8 bulan terakhir, dengan lebih dari 1.000 korban jiwa tercatat di wilayah ibu kota Port-au-Prince dan sekitarnya.

Kekerasan yang meningkat tajam dalam beberapa bulan terakhir dinilai bukan hanya memperburuk ketidakstabilan dalam negeri, tetapi juga menimbulkan risiko penyebaran ke negara-negara tetangga di kawasan Karibia.

Kekacauan di Haiti telah membuat lembaga-lembaga negara lumpuh, sementara kelompok-kelompok kriminal semakin leluasa mengambil alih wilayah-wilayah strategis, terutama di sekitar ibu kota.

Dalam keterangannya, Koordinator Residen dan Kemanusiaan PBB di Haiti, Ulrika Richardson, menyatakan bahwa pelanggaran HAM semakin meluas di luar Port-au-Prince, khususnya di daerah-daerah yang nyaris tidak memiliki kehadiran negara.

"Pelanggaran hak asasi manusia di luar Port-au-Prince makin intensif di wilayah-wilayah di mana kehadiran negara sangat terbatas," tegas Richardson dalam keterangan resmi, dikutip dari Reuters, Senin (14/7/2025).

Ia juga menyerukan agar masyarakat internasional meningkatkan dukungannya terhadap otoritas Haiti, guna mengembalikan ketertiban dan memberikan perlindungan bagi warga sipil yang menjadi korban kekacauan.

"Komunitas internasional harus memperkuat dukungan mereka kepada otoritas," lanjut Richardson.

OHCHR jugamemperingatkan bahwa krisis Haiti berpotensi menimbulkan dampak lintas batas, terutama di negara-negara kawasan Karibia. Ketidakstabilan politik, gelombang pengungsi, serta potensi perluasan jaringan kriminal lintas negara menjadi perhatian serius bagi komunitas internasional.

Adapun kondisi keamanan yang memburuk secara drastis juga telah memaksa berbagai organisasi bantuan internasional untuk mengurangi operasinya, dan banyak rumah sakit telah menutup pintu karena alasan keamanan.

Rumah Sakit Universitas Mirebalais, salah satu fasilitas kesehatan utama di negara itu, termasuk yang menghentikan layanan akibat ancaman kekerasan. Menurut perkiraan PBB, kurang dari 25% fasilitas kesehatan di sekitar Port-au-Prince masih beroperasi. Ini memperburuk situasi di negara yang sistem kesehatannya sudah sangat rapuh sebelum krisis eskalatif ini terjadi.


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Gangster Kirim Serangan Mematikan ke Ibu Kota, Warga Ditembak-Dibakar

Read Entire Article
| | | |