Sah! Sri Mulyani Rilis Aturan E-Commerce Wajib Pungut PPh Merchant

4 hours ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani resmi menerbitkan peraturan yang mengharuskan pengusaha e-commerce memungut pajak penghasilan para pedagang online atau merchant nya.

Aturan ini termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 Tentang Penunjukan Pihak Lain Sebagai Pemungut, Penyetor, dan Pelaporan Pajak Penghasilan yang Dipungut oleh Pihak Lain atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Pedagang Dalam Negeri dengan Mekanisme Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Dalam bagian pertimbangan PMK 37/2025 yang telah berlaku sejak hari ini, 14 Juli 2025, disebutkan bahwa ketentuan ini terbit untuk memfasilitasi peran serta masyarakat dalam pembangunan melalui pembayaran pajak, memenuhi prinsip kepastian hukum, keadilan, kemudahan dan kesederhanaan administrasi.

Selain itu, untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemungutan pajak, perlu disusun pengaturan terhadap penunjukan pihak lain yang merupakan penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik sebagai pemungut pajak penghasilan.

"Serta tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pedagang dalam negeri dengan mekanisme perdagangan melalui sistem elektronik," dikutip dari bagian menimbang PMK itu, Senin (14/7/2025).

Dalam PMK itu disebutkan bahwa penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik atau e-commerce akan disebut sebagai pihak lain, dan akan ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai pemungut PPh yang diterima atau diperoleh Pedagang Dalam Negeri dengan mekanisme Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Kriteria pedagang dalam negeri yang akan dipungut PPh nya oleh e-commerce itu baik berupa orang pribadi atau badan yang atau rekening keuangan sejenis dan bertransaksi dengan menggunakan alamat internet protocol di Indonesia atau menggunakan nomor telepon dengan kode telepon Negara Indonesia.

Termasuk Pedagang Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu perusahaan jasa pengiriman atau ekspedisi, perusahaan asuransi, dan pihak lainnya yang melakukan transaksi dengan pembeli barang dan/atau jasa melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Dalam hal Pedagang Dalam Negeri memiliki Peredaran Bruto pada Tahun Pajak berjalan sampai dengan Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) harus menyampaikan informasi NPWP atau NIK nya, serta alamat korespondensi.

Selain itu, Pedagang Dalam Negeri juga harus menyampaikan surat pernyataan yang menyatakan bahwa Pedagang Dalam Negeri memiliki Peredaran Bruto pada Tahun Pajak berjalan sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) bagi Wajib Pajak orang pribadi.

Informasi lainnya yang harus disampaikan ialah (2) menerima atau memperoleh penghasilan dengan Peredaran Bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.

Dalam hal Pedagang Dalam Negeri telah memiliki Peredaran Bruto melebihi Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), Pedagang Dalam Negeri harus menyampaikan informasi kepada Pihak Lain berupa surat pernyataan yang menyatakan bahwa Pedagang Dalam Negeri memiliki Peredaran Bruto pada Tahun Pajak berjalan melebihi Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

"Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus disampaikan paling lambat akhir bulan saat Peredaran Bruto melebihi Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)," sebagaimana tertuang dalam Pasal 6 PMK itu.

Selanjutnya, pemungutan PPh yang harus dilakukan ialah Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik berupa PPh Pasal 22.

Besarnya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari Peredaran Bruto yang diterima atau diperoleh Pedagang Dalam Negeri yang tercantum dalam dokumen tagihan, tidak termasuk pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah.

Dalam hal pemungutan PPh Pasal 22 dilakukan atas penghasilan Pedagang Dalam Negeri yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, Pajak Penghasilan Pasal 22, merupakan bagian dari pelunasan Pajak Penghasilan yang bersifat final bagi Pedagang Dalam Negeri.

Namun, pihak e-commerce juga disebutkan dalam aturan itu tidak perlu melakukan pemungutan PPh Pasal 222 bila transaksi penjualan barang dan/atau jasa oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang memiliki Peredaran Bruto sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) pada Tahun Pajak berjalan dan telah menyampaikan surat pernyataan.

Selain itu, juga bila penjualan jasa pengiriman atau ekspedisi oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sebagai mitra perusahaan aplikasi berbasis teknologi yang memberikan jasa angkutan. Penjualan barang dan/atau jasa oleh Pedagang Dalam Negeri yang menyampaikan informasi surat keterangan bebas pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan juga dikecualikan.

Di samping itu, dikecualikan juga bagi penjualan pulsa dan kartu perdana; penjualan emas perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, batu permata, dan/atau batu lainnya yang sejenis, yang dilakukan oleh pabrikan emas perhiasan, pedagang emas perhiasan, dan/atau pengusaha emas batangan; dan/atau pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya.

Terhadap penghasilan yang tidak dilakukan pemungutan tetap terutang PPh dan atas PPh itu wajib dilakukan pemotongan dan/atau pemungutan, penyetoran, dan pelaporan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

"Atas penghasilan yang telah dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), tidak dilakukan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh Pemotong atau Pemungut Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan," tulis ketentuan PMK itu.

Sri Mulyani juga menerapkan ketentuan sanksi bila pihak lain atau e-commerce tidak melakukan ketentuan pemungutan PPh pedagang onlinenya. Sebagaimana tertuang dalam Pasal 16 PMK 37/2025 yang bunyinya ialah sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyelenggaraan sistem elektronik lingkup privat.

Penerapan ketentuan PMK ini akan mulai berlaku secara sah pada September 2025. "Ketentuan mengenai penyampaian informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) untuk Tahun Pajak 2025 paling lama disampaikan 1 (satu) bulan terhitung sejak penunjukan Pihak Lain sebagai pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)."


(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article DJP Buka Suara Soal Pajak Pedagang e-Commerce

Read Entire Article
| | | |