Jakarta, CNBC Indonesia- Harga minyak kelapa sawit (CPO) terus menunjukkan gejala koreksi panjang, dengan tren penurunan yang kian mengkristal seiring tekanan dari pasar minyak nabati global, penguatan ringgit, serta sentimen tarif Amerika Serikat (AS) yang membebani prospek permintaan.
Melansir dari Refinitiv, pada penutupan perdagangan Senin (21/4/2025), harga kontrak berjangka CPO pengiriman Juli di Bursa Malaysia Derivatives merosot 1,16% ke level RM3.929 per ton penurunan keenam beruntun sejak pekan lalu (Reuters, 2025).
Penurunan ini seperti mengkonfiMYRasi lemahnya daya tahan CPO terhadap tekanan eksternal, terutama dari harga minyak kedelai dan minyak mentah yang juga tertekan.
Kontrak minyak kedelai di Dalian dan Chicago Board of Trade masing-masing turun 0,41% dan 0,12%, menandakan berkurangnya insentif bagi pelaku industri minyak nabati untuk mengambil posisi beli. Minyak kelapa sawit sebagai substitusi utama minyak kedelai pun ikut terseret dalam pusaran sentimen negatif ini.
Tidak berhenti di situ, penguatan ringgit Malaysia terhadap dolar AS turut mempersempit ruang gerak harga CPO. Nilai tukar ringgit tercatat menguat 0,54% dalam sehari, menjadikan harga CPO relatif lebih mahal bagi pembeli luar negeri.
Melansir dari Reuters, trader dari Iceberg X Sdn Bhd, David Ng, menyebut penguatan ringgit sebagai salah satu pemicu utama pelemahan harga saat ini, selain tekanan dari tarif Amerika Serikat yang menurunkan sentimen global .
Kondisi ini membuat CPO kehilangan sebagian daya saingnya di pasar ekspor, meski secara volume pengiriman masih tumbuh.
Data Intertek Testing Services menunjukkan ekspor produk kelapa sawit Malaysia naik 11,9% sepanjang 1-20 April 2025. Namun, pasar melihat peningkatan ini sebagai reaksi jangka pendek terhadap posisi harga sebelumnya yang lebih kompetitif, dan bukan indikator kekuatan struktural permintaan.
Biodiesel Tak Lagi Jadi Pelarian
Pelemahan harga minyak mentah global juga membuat prospek penggunaan CPO sebagai bahan baku biodiesel menjadi kurang menarik.
Harga minyak mentah turun lebih dari 1,5% akibat kekhawatiran bahwa kebijakan tarif AS dapat menghambat pertumbuhan permintaan energi. Dalam situasi ini, pasar cenderung mencari alternatif energi yang lebih ekonomis, menjauhkan CPO dari fungsi diversifikasi yang selama ini menopang permintaan.
Tekanan Teknikal Menuju Level Lebih Rendah
Melansir dari Reuters Technicals, harga CPO kini bergerak di bawah level proyeksi 200% di MYR3.875. Analis teknikal Reuters, Wang Tao, memperkirakan harga dapat lanjut turun menuju kisaran MYR 3.782-MYR3.818 per ton. Bahkan, jika tekanan berlanjut, CPO diproyeksikan bisa menyentuh MYR 3.632-MYR 3.725 dalam gelombang koreksi lanjutan. Support penting saat ini berada di level MYR 3.793, sementara resistance baru terbentuk di MYR3.929, yang kini justru menjadi batas atas tekanan.
Jika ditarik ke belakang, harga penutupan harian CPO telah menurun hampir 10% sejak menyentuh puncak lokal MYR 4.517 pada 2 April 2025.
Dalam waktu kurang dari tiga minggu, harga telah anjlok lebih dari MYR 600 per ton. Tren ini memperlihatkan dinamika pasar yang bergerak dalam tekanan jangka pendek yang tajam, dipicu kombinasi faktor teknikal dan fundamental yang saling memperkuat.
Para pelaku industri kini menghadapi dilema antara kebutuhan untuk mengamankan pasokan bahan baku dan risiko membeli di pasar yang belum mencapai titik terendah.
Dengan ketidakpastian dari arah kebijakan perdagangan AS dan fluktuasi nilai tukar regional, pasar CPO dalam beberapa pekan ke depan diprediksi akan berada dalam zona waspada. Perhatian kini tertuju pada rilis proyeksi ekspor dari AmSpec Agri Malaysia yang akan menjadi konfirmasi tambahan terhadap kekuatan permintaan jangka pendek.
CPO tengah berada di persimpangan yang menentukan. Di satu sisi, tekanan eksternal memberi peluang bagi koreksi teknikal yang dalam, namun di sisi lain, peningkatan ekspor memberi napas sementara.
Pelaku pasar perlu mencermati arah kebijakan global, posisi ringgit, serta korelasi silang dengan minyak kedelai dan minyak mentah. Seperti halnya minyak yang mencari titik keseimbangan baru, pasar CPO pun sedang menakar ulang arah fundamentalnya.
CNBC Indonesia Research
(emb/emb)