IHSG Melesat di Sesi Pertama, Saham BBRI Jadi Penopang Utama

3 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 78,17 poin atau naik 1,20% ke 6.616,44 pada penutupan perdagangan sesi pertama Rabu (23/4/2025).

Bahkan, IHSG sempat menyentuh level 6.631,20 pada perdagangan intraday dan tak terpengaruh kabar buruk dari Dana Moneter Internasional (IMF) yang baru saja memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi RI.

Sebanyak 383 saham naik, 192 saham turun, dan 217 tidak bergerak. Nilai transaksi sesi pertama mencapai Rp 7,53 triliun yang melibatkan 13,28 miliar saham dalam 774,52 ribu kali transaksi.

Nyaris seluruh sektor perdagangan bergerak di zona hijau, dengan kenaikan terbesar dicatatkan oleh sektor properti dan teknologi. Adapun sektor barang baku menjadi satu-satunya yang mengalami koreksi hari ini.

Adapun saham-saham yang menjadi penopang IHSG pada perdagangan hari ini merupakan saham-saham blue chip. Saham perbankan milik BUMN, Bank Rakyat Indonesia (BBRI) menjadi penggerak utama kenaikan IHSG. Saham BBRI hari ini naik 2,75% ke 3.730 per saham dan berkontribusi atas penguatan IHSG sebesar 15,32 indeks poin.

Kemudian ada BBCA dan DSSA dengan yang menyumbang sebanyak 11,95 dan 11,26 indeks poin.

Emiten BUMN juga ikut menjadi penggerak utama kinerja positif IHSG hari ini. Saham Bank Mandiri (BMRI) dan Telkom Indonesia (TLKM) tercatat mengalami apresiasi dengan sumbangan ke IHSG mencapai 9,70 dan 6,86 indeks poin.

Sementara emiten yang menjadi pemberat utama kinerja IHSG adalah emiten tambang emas Grup Salim AMMN yang terkoreksi dan membebani kinerja IHSG sebesar 10,28 indeks poin.

Pagi ini mayoritas bursa Asia lain juga kompak dibuka menguat mengikuti gerak Wall Street yang terapresiasi menyusul potensi dampak perang dagang AS-China yang lebih teredam. Presiden AS Donald Trump mengindikasikan bahwa tarif final untuk ekspor China ke AS tidak akan mencapai 145%. Namun, ia menambahkan bahwa bea masuk tersebut tidak akan menjadi 0%.

Sentimen Pasar

Sentimen pasar akan perdagangan hari ini lebih banyak dipengaruhi oleh sentimen dari dalam negeri, terutama terkait penantian hasil kebijakan moneter dari Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI).

Namun, sentimen eksternal juga masih akan berdampak besar. Menghijaunya Wall Street serta harapan meredanya ketegangan AS vs China diharapkan bisa mendongkrak kinerja saham hari ini.

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) diselenggarakan pada Selasa dan Rabu pekan ini (22-23 April 2025). Salah satu yang menjadi perhatian yakni suku bunga (BI rate) di tengah ketidakpastian global saat ini dan panasnya perang dagang.

Sebelumnya, BI rate ditahan pada Maret 2025 di level 5,75%. Hal ini sesuai dengan proyeksi dari berbagai lembaga/institusi.

Konsensus CNBC Indonesia yang dihimpun dari 19 lembaga/institusi secara mayoritas memberikan proyeksi bahwa BI tampaknya akan menahan suku bunganya di level 5,75% pada bulan ini. Namun demikian, ada tiga institusi yang memperkirakan bahwa BI akan menurunkan suku bunganya ke 5,50%.

Keputusan BI pada bulan ini sangat ditunggu mengingat sedang tingginya ketdakpastian global akibat perang dagang Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

Perang dagang dikhawatirkan bisa memperlambat ekonomi dunia dan banyak negara mengingat ekspor yang bisa terganggu. Di sisi lain, perang dagang juga membuat ketidakpastian meningkat dan membuat mata uang banyak negara dalam tekanan.

Kebijakan Trump membawa bank sentral ke dalam dilema apakah harus menurunkan suku bunga demi mendongkrak pertumbuhan atau mempertahankan suku bunga demi menjaga nilai tukar.

Sejumlah negara sudah memangkas suku bunga demi menjaga pertumbuhan mulai dari bank sentral Singapura, Eropa, dan India. Sebaliknya, bank sentral Turki justru mengerek suku bunga.

Selain soal penantian hasil suku bunga, pelaku pasar yang akhir-akhir ini terpa banyak ketidakpastian soal tarif membuat keputusan investasi beralih ke instrumen yang lebih konservatif, diantaranya seperti emas dan mata uang Yen Jepang.

Emas pada kemarin sempat berhasil menyentuh level US$ 3.500,5 atau level tertinggi untuk intraday sepanjang masa.

Harga emas diperkirakan masih bisa melambung lagi seiring dengan penurunan indeks dolar AS atau DXY yang sudah jatuh ke bawah level 100, menandai level terendah sejak Februari 2022.

Selain itu, ketidakpastian soal tarif trump sampai risiko perlambatan ekonomi, serta harapan penurunan suku bunga membawa prediksi harga emas semakin melesat.

Bank investasi besar Goldman Sachs dan UBS telah merilis prakiraan harga emas yang sangat optimis untuk 2025-2026, yang menunjukkan potensi lonjakan yang dapat membuat logam mulia mencapai titik tertinggi yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Goldman Sachs telah memantapkan dirinya sebagai salah satu suara paling optimis tentang emas, dengan perkiraan terbaru mereka yang memproyeksikan harga akan mencapai US$3.700 per troy ons pada akhir tahun 2025.

Target ambisius ini dilengkapi dengan prediksi yang lebih mengejutkan yaitu US$4.000 per ons pada pertengahan tahun 2026.

Selain emas, investor juga memburu yen jepang untuk aset safe haven.

Kemudian, ada kabar dari Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas pertumbuhan ekonomi RI cukup tajam menjadi 4,7% pada 2025 dan 2026.

Proyeksi ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan ramalan di Januari 2025. Saat itu, IMF memproyeksi ekonomi Indonesia akan tumbuh 5,1%.

Pemangkasan proyeksi ini disebabkan oleh melemahnya pertumbuhan ekonomi global, terutama ekonomi China.


(fsd/fsd)

Saksikan video di bawah ini:

Video: RI Kirim Tim Negosiasi ke AS, IHSG Melejit Lebih Dari 1%

Next Article IHSG Dibuka Merah Menyala, Kembali Merosot ke Level 7.100

Read Entire Article
| | | |