Konflik Kashmir India-Pakistan Berujung Perang Nuklir? AS Turun Tangan

11 hours ago 9

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketegangan antara India dan Pakistan kembali meningkat tajam menyusul serangan brutal terhadap wisatawan di Kashmir baru-baru ini. Amerika Serikat, melalui Departemen Luar Negeri, pada Minggu (27/4/2025) menyatakan tengah berkomunikasi intensif dengan kedua negara, sembari mendesak mereka untuk mencari "solusi yang bertanggung jawab" guna meredam eskalasi.

Dalam pernyataan kepada Reuters, juru bicara Departemen Luar Negeri AS mengatakan, "Ini adalah situasi yang terus berkembang dan kami memantau perkembangan dengan saksama. Kami telah berhubungan dengan pemerintah India dan Pakistan di berbagai tingkat."

"Amerika Serikat mendorong semua pihak untuk bekerja sama menuju penyelesaian yang bertanggung jawab," tambah juru bicara tersebut.

Meskipun secara terbuka pemerintah AS menyatakan dukungannya kepada India atas serangan tersebut, mereka tetap berhati-hati untuk tidak mengkritik Pakistan secara langsung.

India menuduh Pakistan berada di balik serangan 22 April di wilayah Kashmir yang dikuasai India, yang menewaskan lebih dari dua puluh orang. Pakistan membantah tuduhan itu dan menyerukan dilakukannya penyelidikan independen.

Departemen Luar Negeri AS juga menegaskan, "Amerika Serikat berdiri bersama India dan dengan tegas mengecam serangan teroris di Pahalgam," sebuah pernyataan yang mencerminkan komentar serupa dari Presiden Donald Trump dan Wakil Presiden JD Vance.

Hubungan AS-Asia Selatan

India kini menjadi mitra strategis yang semakin penting bagi Washington di tengah upaya menahan pengaruh China di Asia. Sementara itu, hubungan Amerika Serikat dengan Pakistan telah mengalami penurunan, terutama setelah penarikan pasukan AS dari Afghanistan pada 2021.

Michael Kugelman, analis Asia Selatan di Washington dan penulis untuk majalah Foreign Policy, mengatakan bahwa India kini menjadi mitra AS yang jauh lebih dekat dibandingkan Pakistan.

"Ini mungkin membuat Islamabad khawatir bahwa jika India melakukan pembalasan militer, Amerika Serikat mungkin akan bersimpati terhadap upaya kontra-terorisme India dan tidak akan berusaha menghentikannya," ujar Kugelman kepada Reuters.

Namun, Kugelman juga menambahkan bahwa mengingat AS tengah terlibat dalam berbagai upaya diplomatik, termasuk di Ukraina dan Gaza, pemerintahan Trump "memiliki banyak beban global" dan mungkin akan membiarkan India dan Pakistan menyelesaikan ketegangan ini sendiri, setidaknya pada tahap awal.

Sementara itu, Hussain Haqqani, mantan Duta Besar Pakistan untuk AS sekaligus peneliti senior di Hudson Institute, menilai bahwa saat ini tidak ada minat besar dari AS untuk menenangkan situasi.

"India memiliki keluhan lama tentang terorisme yang berasal atau didukung dari seberang perbatasan. Pakistan punya keyakinan lama bahwa India ingin memecah belahnya. Kedua negara ini kerap larut dalam siklus ketegangan setiap beberapa tahun sekali. Kali ini, tidak ada kepentingan AS untuk menenangkan keadaan," kata Haqqani.

Ned Price, mantan pejabat Departemen Luar Negeri AS di bawah pemerintahan Presiden Joe Biden, memperingatkan bahwa pendekatan pemerintahan Trump yang terlalu berpihak pada India dapat memperparah ketegangan.

"Administrasi Trump telah menjelaskan keinginannya untuk memperdalam kemitraan AS-India-sebuah tujuan yang patut dipuji-namun tampaknya bersedia melakukannya dengan hampir segala cara. Jika India merasa bahwa Pemerintah Trump akan mendukungnya tanpa syarat, kita mungkin akan menyaksikan eskalasi dan kekerasan yang lebih besar antara dua negara bersenjata nuklir ini," ujar Price.

Memuncaknya Ketegangan: Dari Retorika ke Tindakan

Wilayah mayoritas Muslim Kashmir telah lama menjadi sumber konflik antara India yang mayoritas Hindu dan Pakistan yang mayoritas Islam. Kedua kekuatan nuklir di Asia itu mengeklaim wilayah tersebut secara penuh, namun masing-masing hanya menguasai sebagian, dan sebelumnya telah berperang dalam beberapa konflik besar terkait wilayah Himalaya itu.

Perdana Menteri India yang berhaluan nasionalis Hindu, Narendra Modi, bersumpah untuk memburu para pelaku serangan hingga "ujung dunia" dan menegaskan bahwa mereka yang merencanakan dan melaksanakan serangan di Kashmir "akan dihukum melampaui imajinasi mereka."

Tekanan politik domestik pun meningkat, dengan banyak tokoh politik dan masyarakat India menyerukan tindakan militer terhadap Pakistan.

Serangan tersebut memicu serangkaian tindakan balasan antara kedua negara. Pakistan menutup wilayah udaranya untuk maskapai India, sementara India membekukan Perjanjian Air Indus tahun 1960, yang mengatur pembagian sumber daya air dari Sungai Indus dan anak-anak sungainya.

Ketegangan juga berlanjut di garis perbatasan de facto, dengan baku tembak kembali terjadi setelah empat tahun relatif damai.

Kelompok militan yang kurang dikenal, The Resistance Front, mengeklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut melalui pesan di media sosial. Namun, menurut badan keamanan India, kelompok ini merupakan kedok bagi organisasi militan berbasis di Pakistan seperti Lashkar-e-Taiba dan Hizbul Mujahideen.


(luc/luc)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Pakistan & India Siaga Perang - Omset Pedagang Mangga Dua

Next Article Hubungan India-Pakistan di Ujung Tanduk Pasca Penembakan di Kashmir

Read Entire Article
| | | |