Market Kripto Chaos Berdarah-Darah, Cuan Bitcoin Lenyap Rp10.000 T

3 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar aset kripto kembali berada dalam tekanan berat pada perdagangan awal pekan ini. Seluruh aset berkapitalisasi besar di jajaran Top 10 mencatat pelemahan cukup dalam yang mencerminkan semakin besarnya selera pasar akan penghindaran risiko atau risk-off di pasar global.

Berdasarkan data coinmarketcap, Bitcoin (BTC) diperdagangkan di level US$91.890,84 atau terkoreksi 3,37% dalam 24 jam terakhir dan jatuh 13,42% dalam sepekan. Dengan kapitalisasi pasar yang kini menyusut menjadi sekitar US$1,83 triliun, Bitcoin telah kehilangan sebagian besar penguatan yang terbentuk sejak awal tahun.

Ethereum (ETH), aset kripto terbesar kedua, juga tidak luput dari tekanan. ETH melemah 3,06% secara harian dan anjlok 15,34% dalam sepekan ke US$3.033,82, menandakan tekanan yang merata di seluruh aset berisiko tinggi.

Kondisi serupa terlihat pada sejumlah altcoin berkapitalisasi besar lain yang justru mengalami koreksi lebih dalam dibandingkan Bitcoin.

Tekanan yang lebih besar terjadi pada mayoritas altcoin. Solana (SOL) menjadi salah satu yang paling terpukul, dengan penurunan 5,40% dalam 24 jam terakhir dan 21,45% dalam sepekan, sehingga merosot ke US$131,52.

XRP juga mencatat pelemahan signifikan, turun 3,81% secara harian dan 15,15% secara mingguan ke level US$2,15.

Aset lain seperti Dogecoin (DOGE) merosot 4,39%, sementara Cardano (ADA) amblas 4,93%, mencerminkan derasnya aksi jual di pasar altcoin.

Sementara itu, dua stablecoin terbesar yakni Tether (USDT) dan USD Coin (USDC) bergerak relatif stabil. Meski terlihat datar, keduanya tetap menunjukkan volatilitas kecil akibat kondisi likuiditas pasar yang menurun, menandakan investor memilih bertahan di aset berisiko rendah sambil menanti sinyal pasar berikutnya.

Tekanan yang terjadi saat ini menambah keprihatinan di tengah pelemahan besar Bitcoin dalam beberapa pekan terakhir. Data menunjukkan bahwa nilai pasar Bitcoin telah menghilang lebih dari US$600 miliar atau sekitar Rp 10.032 triliun (US$1=Rp 16.720) sejak mencapai puncaknya di atas US$126.000 pada Oktober lalu.

Ironisnya, koreksi tajam ini terjadi ketika fundamental eksternal justru menguat. Dukungan Wall Street meningkat, arus masuk ETF Bitcoin mengalir deras, dan pemerintahan Trump memperlihatkan sikap sangat pro-crypto. Namun kenyataannya, pasar tetap rontok.

Salah satu faktor utama yang memperburuk sentimen adalah kekhawatiran investor terhadap siklus halving empat tahunan Bitcoin.

Halving terakhir terjadi pada April 2024, sementara puncak harga terjadi pada Oktober 2025, pola yang sejalan dengan siklus historis. Ketakutan bahwa pola tersebut akan berulang di mana kenaikan besar diikuti koreksi dalam yang membuat banyak investor ritel memilih keluar lebih cepat untuk menghindari potensi penurunan tajam.

Matthew Hougan, CIO Bitwise, mengatakan banyak investor kini tidak ingin mengalami penurunan 50% lagi dan memilih menutup posisi sebelum kondisi memburuk.

Selain itu, pasar juga terpukul oleh gelombang likuidasi posisi leverage yang melonjak dalam beberapa minggu terakhir. Peningkatan tensi dagang global memicu aksi jual besar-besaran di pasar derivatif kripto, menghasilkan efek domino seperti margin call dan forced selling. Kondisi ini menjelaskan mengapa altcoin mengalami koreksi lebih dalam dibandingkan Bitcoin yang menunjukkan bahwa pasar berada dalam keadaan rentan dan minim penopang beli.

Di sisi lain, pasar juga dihadapkan pada kompetisi aset spekulatif baru. Modal ritel maupun institusional kini mengalir ke sektor-sektor lain yang dianggap lebih menjanjikan, seperti saham berbasis AI, token AI, prediction markets, hingga produk stablecoin yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi.

Dominasi kripto sebagai aset spekulatif utama kini mulai tergerus, dan ini mempersempit ruang pertumbuhan bagi altcoin.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(evw/evw)

Read Entire Article
| | | |