Jakarta, CNBC Indonesia - Sebagai antropolog muda, Michael Rockefeller sangat tertarik mempelajari kehidupan sosial dan budaya di wilayah-wilayah terpencil dunia. Ketika mendengar tentang ekspedisi yang akan meneliti suku-suku pedalaman di Nugini Belanda (Kini Papua) dan mendokumentasikan kehidupan mereka, dia tak ragu untuk ikut serta.
Masalah pendanaan bukan halangan baginya. Sebab Michael berasal dari trah Rockefeller, salah satu keluarga terkaya di dunia yang menguasai bisnis minyak Amerika Serikat. Ayahnya, Nelson Rockefeller, adalah Gubernur New York. Kelak, dia menjabat sebagai Wakil Presiden AS periode 1974-1978. Sementara sang ibu berprofesi sebagai perawat.
Pada November 1961, dia akhirnya tiba di Papua setelah menempuh perjalanan berjam-jam dari AS. Dia datang bersama tim dari Universitas Harvard. Mereka memulai penelitian dengan mendatangi Suku Dani. Lalu dilanjutkan memproduksi film dokumenter berjudul Dead Birds.
Di film itu, Michael bertugas sebagai teknisi suara dan fotografer. Setelah proyek selesai, Michael juga mengumpulkan artefak dan karya seni buatan Suku Dani. Kebetulan, ayahnya punya museum yang bakal menampung temuan anaknya.
Namun, minatnya mempelajari kehidupan Papua belum surut. Sebagaimana diceritakan saudara kembarnya, Mary Rockefeller, dalam When Grief Calls Forth the Healing (2014), dia kembali lagi ke pedalaman Papua usai pulang menaruh barang di tempat istirahat.
Kali ini, dia akan menyambangi Suku Asmat di wilayah yang lebih terpencil. Dalam ekspedisi kedua, dia ditemani oleh pakar seni asal Belanda, Rene Wassing, dan dua pemandu, yakni Simon dan Leo. Keempat orang itu pergi menggunakan perahu sebab sangat sulit menembus hutan hujan tropis khas Papua.
Masalahnya, Sungai Betsj yang akan mereka susuri dipenuhi tantangan. Permukaannya tertutup vegetasi hijau lebat, arusnya deras, dan dihuni oleh banyak buaya. Jika perahu sampai terbalik, bisa dipastikan maut akan datang lebih cepat. Namun, Michael dan timnya tetap menyanggupi risiko tersebut.
Mereka memutuskan untuk berangkat. Namun, pada 18 November 1961, petaka pun datang. Langit yang semula cerah tiba-tiba berubah menjadi buruk dan badai. Hujan deras membuat arus sungai semakin kuat. Perahu mereka tak sanggup menahan derasnya arus, hingga akhirnya terbalik.
Untuk menyelamatkan diri, mereka menaiki perahu yang terbalik sembari menyusun strategi penyelamatan diri. Ketika cuaca sudah normal esok pagi, Michael tidak sabar untuk mencari tempat aman. Dia ngotot ingin ke daratan. Padahal, rekan-rekan yang lain berupaya menahan keinginan pria berkacamata itu sebab sangat beresiko.
Michael akhirnya mengikat jerigen kosong ke pinggang lalu berenang menuju pantai. Dia berkata keputusan ini bakal menyelamatkan rekan-rekannya. Jika selamat, maka pasti bantuan besar akan datang.
Setelah beberapa hari, Rene Wassing, Simon dan Leo berhasil mencapai daratan dan tempat istirahat. Ternyata, setelah dicari-cari di tempat aman, anak orang terkaya dunia itu tak ada. Orang-orang pun mengaku tidak melihat Michael datang. Di sinilah, dia dinyatakan hilang. Michael yang awalnya ingin mencarikan teman-temannya bantuan, malah berakhir dia yang dicari banyak orang.
"Saya tidak tahu apa yang terjadi padanya. Saya yakin dia tak sampai daratan sebab arusnya luar biasa deras," tutur Wassing kepada wartawan, dikutip dari Indonesian New Guinea Adventure Guide (2001).
Masih Misterius
Saat Michael hilang, beberapa anggota inti keluarga Rockefeller langsung terbang ke Papua, termasuk ayahnya, yakni Nelson. Mereka datang untuk memantau langsung proses pencarian oleh tim gabungan pemerintah AS dan Belanda. Sayang, setelah beberapa hari mencari hasilnya nihil. Michael tak berhasil ditemukan sampai sekarang. Bahkan, jasadnya pun tidak ada.
Dari sini berbagai teori bermunculan. Salah satu paling populer diutarakan jurnalis AS, Carlf Hoffman dalam Savage Harvest (2014) yang menyebut, Michael tewas dibunuh suku lokal. Lalu mayatnya dimakan. Namun, teori ini lemah dan tak ada pembuktian.
Selain itu, banyak orang percaya Michael tenggelam, tewas dimakan buaya, hingga sengaja menghilangkan diri demi membaur dengan suku lokal. Lagi-lagi semuanya tak bisa dibuktikan. Sampai sekarang, peristiwa hilangnya anak dari orang terkaya di dunia itu masih diselimuti misteri.
(mfa/mfa)
Saksikan video di bawah ini: