Strategi DEN Agar Ramalan Ekonomi RI dari IMF Tak Terjadi

3 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Dana Moneter Internasional atau IMF telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,7% untuk tahun ini maupun 2026, dari sebelumnya mereka perkirakan mampu tumbuh 5,1%. Proyeksi IMF itu ternyata sesuai dengan perhitungan Dewan Ekonomi Nasional (DEN).

"Makanya kita enggak begitu terkejut dengan proyeksi IMF," kata Anggota DEN Prof. Arief Anshory Yusuf kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (24/4/2025).

Arief mengatakan, perhitungan lemahnya ekonomi Indonesia dari target yang dicanangkan pemerintah sebesar 5,2% pada tahun ini sebagian besar memang dipicu peningkatan eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Kedua negara itu saling mengenakan tarif dagang yang tinggi.

China dan AS memang sama-sama menjadi mitra dagang utama Indonesia, menyebabkan keterkaitan ekonomi Indonesia dengan kedua negara sangat tinggi. Pangsa ekspor Indonesia ke China mencapai 23,84% menurut data BPS per Maret 2025, sedangkan AS di urutan kedua, sebesar 12,6% dari total ekspor.

Berdasarkan catatan tim riset CNBC Indonesia, pada periode 2020-2024 bahkan nilai perdagangan Indonesia dengan dua negara itu terus tumbuh pesat. Nilai perdagangan Indonesia dengan AS pada 2000 sebesar US$ 12,778 miliar sementara pada 2024 sebesar US$ 38,287 atau melesat 200%, sedangkan nilai perdagangan Indonesia dengan China pada 2000 tercatat US$ 7,464 miliar tetapi kemudian melesat 1.882,65% pada 2024 menjadi US$ 147,99 miliar.

Dengan besarnya keterkaitan perdagangan itu, maka tak heran bila kedua negara mengalami konflik dagang akan berdampak langsung ke Indonesia. Arief mengatakan, dalam jangka pendek ekonomi Indonesia bisa tertekan hingga minus 0,5% bila ekonomi kedua negara itu melambat akibat perang tarif yang membuat lesu aktivitas ekspor impor.

"Itu terjadi karena korelasi GDP kita cukup erat dengan GDP China. Perang dagang yang lebih mungkin terjadi adalah hyper eskalasi antara US dan China, semakin China kena, semakin kita kena," tegas Arief.

"Karena kan Trump menunda tarif resiprokal ke negara lain tapi eskalasi dengan China. Ini lebih tidak menguntungkan buat kita. Karena semakin China terganggu kita semakin kena," ungkapnya.

Aktivitas Ekonomi RI Sudah Lesu sebelum Perang Dagang Mencuat

Arief mengatakan, sialnya, sebelum makin panasnya tensi perang dagang antara AS dan China, aktivitas ekonomi dalam negeri sudah menunjukkan tanda-tanda perlambatan. Tercermin dari lesunya daya beli masyarakat.

"Kita dari awal tahun sudah membaca risiko pelemahan demand baik dari rumah tangga juga pemerintah. Untuk rumah tangga itu sudah terlihat trendnya dari tahun lalu berupa kelesuan daya beli serta deflasi," tutur Arief.

Pemerintah pun sudah merespons masalah itu sejak awal tahun dengan paket stimulus ekonomi untuk mendorong daya beli masyarakat, bahkan turut menyasar kelas menengah. Di antaranya dengan pemberian diskon tarif listrik selama dua bulan awal tahun.

"Karena dari pemerintah kita juga sudah membaca adanya gelagat keterlambatan spending karena nomenklatur baru kabinet. Lalu, juga efisiensi anggaran yang tidak diikuti dengan kecepatan disbursement program MBG," ujar Arief.

Strategi DEN Supaya Ramalan IMF Tak Jadi Kenyataan

Dengan sudah terprediksinya berbagai permasalahan itu, DEN telah menyusun berbagai strategi supaya trajectory pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tetap terjaga sesuai target pemerintah pada tahun ini.

Arief menyebutkan, dalam jangka pendek, pemerintah Indonesia akan terus berupaya memastikan AS tidak mengenakan merealisasikan pengenaan tarif resiprokal ke Indonesia sebesar 32%. Caranya dengan memastikan proses negosiasi yang berjalan sejak 16-23 April 2025 berjalan lancar.

"Saat ini progres negosiasi berjalan baik. Ada Bu Mari Pangestu (Wakil Ketua DEN) dan Firman Hidayat (Direktur Eksekutif DEN) ikut mengawal di DC. Mereka berkoordinasi closely dengan Pak LBP (Ketua DEN Luhut Binsar Panjaitan) dan Anggota DEN yg lain," ucap Arief.

Seiring adanya negosiasi dengan AS, Arief menekankan, pemerintah juga terus menjaga komunikasi yang baik dengan pemerintah China. "Kita akan pastikan bahwa negosiasi kita dengan US tidak akan mengganggu kepentingan ekonomi China di Indonesia karena China adalah partner strategis ekonomi kita juga," ujarnya.

Untuk jangka menengah panjang, pemerintah akan menyelesaikan masalah ekonomi Indonesia dengan fokus penciptaan kesempatan kerja untuk terus menjaga daya beli masyarakat. Langkah itu, syukur-syukur bisa membuat ekonomi pada 2025 sesuai target 5,2%.

"Meski kalau 5,2% agak berat, kecuali ada penyelesaian baik dari risiko trade war. Itu di luar kontrol kita," tutur Arief.

Ia juga mengungkapkan bahwa pemerintah sedang menyiapkan skenario baru untuk terus menjaga kesehatan ekonomi RI. Misalnya dengan mengevaluasi secara berkala program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi andalan Presiden Prabowo Subianto untuk mendorong ekonomi RI bisa tumbuh hingga 8%.

"Kalau roll out MBG tidak secepat yang ditargetkan maka anggaran harus dialihkan, kalau tidak fiscal policy menjadi pro-cyclical. Harusnya kan counter-cyclical," paparnya.

Selain itu, juga ada langkah untuk memperbaiki berbagai regulasi, yang tujuannya untuk membantu investasi masuk ke Indonesia, menciptakan lapangan kerja, hingga menjaga daya beli masyarakat.

"Salah satu yg segera direalisasikan adalah fleksibilitas TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri), dan penghapusan kuota impor," kata Arief.

"Kita juga mengharapkan Danantara segera dapat komitment joint venture dari sumber-sumber dana global. Ini akan mempunyai efek domino positif menggairahkan iklim investasi selain tentunya injeksi fresh investasi ke ekonomi domestik," tegasnya.


(arj/haa)

Saksikan video di bawah ini:

Video Proyeksi Terbaru IMF: Pertumbuhan Ekonomi RI 2025-2026 Dipangkas

Next Article Dewan Energi Nasional Bakal Fokus Bahas Aturan Pembangkit Nuklir..

Read Entire Article
| | | |