Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan bahwa tarif dagang yang dikenakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kepada Indonesia sebesar 32%, tidak akan berpengaruh signifikan pada komoditas mineral dan batu bara Indonesia.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Tri Winarno mengatakan bahwa hal tersebut terjadi lantaran nilai ekspor produk minerba ke Negeri Paman Sam tersebut tidak begitu besar. Terutama, untuk produk nikel dari hasil hilirisasi.
"Kalau Minerba kayaknya nggak terlalu ini (terdampak). Nikel sedikit cuma. Nggak terlalu ini. Pasar nikel ke sana (AS) sedikit-sedikit," kata Tri di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (9/4/2025).
Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Muhammad Ishak menilai kebijakan tarif impor dari Indonesia ke AS sebesar 32% membuat harga produk RI semakin mahal di Negeri Paman Sam. Meski demikian, jumlah ekspor batu bara dari RI ke AS sejatinya tergolong kecil.
"Mungkin hanya 1-2% dari total ekspor Indonesia. Pasar utama batu bara Indonesia ke China, India, dan negara Asia lain. Jadi dampak langsung ke ekspor batu bara tidak terlalu besar," ujar Ishak kepada CNBC Indonesia, Selasa (8/4/2025).
Begitu juga dengan ekspor nikel yang lebih banyak ke negara Asia, khususnya China. Dengan demikian, dampak dari kebijakan tarif impor 32% dari AS untuk Indonesia diproyeksi tak terlalu signifikan terhadap nikel dan batu bara.
"Ekspor nikel Indonesia untuk stainless steel dan EV lebih banyak di ekspor ke negara-negara Asia khususnya China," ujar Ishak.
Namun, Ishak menilai jika permintaan global terhadap produk batu bara, nikel, serta turunannya berkurang, maka harga komoditas global berpotensi tertekan. Sementara, apabila China terkena tarif lebih tinggi (34%), maka rantai pasok juga akan terganggu.
"Dan ini bisa bikin harga nikel olahan dari Indonesia yang diekspor via China ke AS naik. Harga EV akan meningkatkan sehingga akan menurunkan permintaan EV di AS," kata Ishak.
Menurut dia, apabila harga komoditas global turun, maka pendapatan RI dari ekspor berpotensi ikut tertekan. Hal ini akan memberikan dampak yang signifikan mulai dari rupiah yang melemah dan pendapatan dari perusahaan tambang menurun.
"Perusahaan tambang kecil bisa ketar-ketir, rupiah bisa tertekan kalau ekspor lesu, soalnya dolar AS bakal menguat. Ini bikin utang luar negeri kita lebih berat. Ada risiko PHK di sektor pertambangan kalau permintaan global anjlok, apalagi buat batu bara yang pasarnya sensitif," kata Ishak.
Di sisi lain, RI juga dapat memanfaatkan kebijakan tarif impor AS dengan memperluas pasar ke negara lain. Beberapa contohnya seperti Eropa atau Afrika.
"RI dapat memanfaatkan peluang untuk diversifikasi pasar. Kalau AS susah, kita bisa menggenjot ekspor ke Eropa, Timur Tengah, atau Afrika yang sedang haus komoditas," kata Ishak.
Selain itu, pemerintah juga dapat menggenjot hilirisasi nikel di dalam negeri lebih masif. Dengan begitu, harga ekspor juga semakin tinggi karena yang dijual merupakan produk jadi, bukan barang mentah.
"Daripada ekspor mentah, kita bikin produk jadi seperti feronikel atau stainless steel yang lebih tahan tarif. Kalau harga nikel global naik, devisa kita bisa nambah, apalagi kalau smelter lokal makin banyak," tutup Ishak.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut bahwa ekspor tembaga hingga emas dari Indonesia ke Amerika Serikat (AS) tidak dikenakan tarif impor resiprokal yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump.
Selain itu, menurutnya ekspor furniture RI ke AS juga tidak akan terdampak tarif timbal balik tersebut.
"Ada pengecualian, emas dan tembaga, termasuk furniture tidak dikenakan bea masuk setinggi itu," ungkap Airlangga dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4/2025).
Mengapa ketiga produk itu mendapatkan pengecualian tarif resiprokal? Airlangga menyebut, ini dikarenakan perusahaan AS juga memiliki produksi tembaga dan emas di Indonesia. Sementara untuk furniture karena mereka harus mencari alternatif sumber baku lain selain dari Kanada.
"Kenapa dikecualikan? karena timber (kayo) mereka sedang perang dengan Kanada, jadi mereka cari alternatif lain dan juga copper dan gold karena mereka juga ada produksi di Indonesia," tandasnya.
Seperti diketahui, Indonesia dikenakan tarif resiprokal 32% oleh Pemerintahan Donald Trump, yang diumumkan pada Rabu (2/4/2025) waktu setempat.
Mengutip lembar fakta dari Gedung Putih, ada enam jenis barang yang tidak kenakan tarif resiprokal tersebut, antara lain:
(1) barang yang dikenakan 50 USC 1702(b)
(2) barang dari baja/aluminium dan mobil/suku cadang mobil yang sudah dikenakan tarif Section 232
(3) barang terkait tembaga, farmasi, semikonduktor, dan kayu
(4) semua barang yang mungkin dikenakan tarif Section 232 di masa mendatang
(5) emas batangan
(6) energi serta mineral tertentu lainnya yang tidak tersedia di Amerika Serikat.
(wia/wia)
Saksikan video di bawah ini:
Emas & Tembaga RI Tak Kena Tarif AS - RI Akan Tambah Ekspor LPG
Next Article Cegah Harga Ambruk, Siap-Siap Produksi Nikel RI di 2025 Akan Dipangkas