Tarif Dagang Trump Makan Korban Lagi: Kapal Kargo Global

3 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang dagang Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali makan korban. Kali ini, pengumuman perdagangan yang berubah-ubah telah menyebabkan volatilitas yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam industri pengiriman global dalam beberapa minggu terakhir.

Para pelaku industri harus terus beradaptasi dengan tarif Paman Sam yang baru. Kapal kargo yang melaut kini dalam keadaan setengah kosong, belum lagi tarif angkutan berfluktuasi dan kemungkinan perubahan rute pengiriman.

Penundaan tarif Trump baru-baru, 90 hari ke semua negara yang diberi tarif timbal balik (resiprokal) tinggi kecuali China juga jadi masalah lain. China kini terancam tarif 245% dari AS setelah melawan Trump dengan mematok tarif 125%.

"Dalam tiga minggu menjelang pengumuman, kami melihat perlambatan dalam perdagangan dan banyak kapal hanya terisi 50% pada perdagangan transatlantik dan transpasifik ke Amerika Serikat," kata spesialis transportasi di firma konsultan Roland Berger, Alexandre Charpentier, dikutip AFP, Selasa (22/4/2025).

Selama waktu itu, tegasnya, tarif angkutan laut turun. Ini kemudian membuat banyak perusahaan menahan stok mereka sebagai tindakan pencegahan.

"Sejak minggu lalu, kami mengalami efek sebaliknya," jelas Charpentier.

"Orang ingin mengirim sebanyak mungkin ke Amerika Serikat, mereka mengurangi stok dan terjadi perebutan ruang," tambahnya lalu menyebut kemudian harga menjadi naik.

Kelebihan Pasokan-Peningkatan Biaya hingga Penurunan Pendapatan

Dalam jangka panjang, perusahaan pelayaran memperkirakan penurunan tarif angkutan barang. Pola ini terjadi seperti pada tahun 2018-2019 selama masa jabatan presiden pertama Trump.

"Saat itu, perusahaan pelayaran mengalami kelebihan pasokan kapasitas pengiriman, penurunan tarif pengiriman, peningkatan biaya operasional, dan akhirnya, penurunan pendapatan," kata spesialis transportasi dan logistik di firma konsultan McKinsey, Sandy Gosling.

"Sulit untuk melihat ke masa depan, tetapi yang tampaknya paling mungkin bagi kami adalah perlambatan rute tertentu yang menguntungkan negara lain di Asia Tenggara atau India," ujarnya lagi.

Hal sama juga dikatakan wakil presiden pengadaan laut di perusahaan pengiriman barang Inggris Zencargo, Anne-Sophie Fribourg. Ia memperkirakan rute China-AS akan menjadi tidak menguntungkan.

"Jika hal ini terjadi... pemilik kapal akan menyesuaikan kembali rotasi mereka. Dengan kata lain, mereka akan beralih dari rute tradisional ke rute baru, seperti Amerika Latin, yang permintaannya telah meningkat selama beberapa waktu sekarang," ujarnya.

Perlu diketahui, ketika Trump pertama kali menjabat sebagai presiden tarif yang dipatok ke China-satu-satunya negara yang diberondong tarif- tak setinggi saat ini. Namun untuk sekarang, perusahaan-perusahaan internasional besar seperti MSC, CMA CGM, dan Maersk belum melakukan penyesuaian tersebut.

RI Cs Disebut

Perusahaan pengiriman peti kemas Jerman Hapag-Lloyd mengatakan tidak melihat adanya perubahan di Atlantik. Namun, perusahaan itu melihat penurunan besar-besaran di China yang diimbangi oleh peningkatan permintaan yang jelas di Asia Tenggara.

Perusahaan konsultan Boston Consulting Group mengatakan dalam sebuah catatan yang dikirim kepada kliennya bahwa mereka memperkirakan penurunan tajam dalam perdagangan China-AS dan peningkatan perdagangan dalam apa yang disebutnya Global South, merujuk kawasan di mana RI cs berada.

Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sendiri memperingatkan potensi penurunan yang lebih tajam sebesar 1,5% dalam perdagangan barang global pada tahun 2025. Perdagangan barang antara China dan AS dapat anjlok hingga 81%.

Di sisi lain, tarif disebut hanya menjadi gangguan terbaru dari sekian banyak gangguan yang dialami industri pelayaran dalam beberapa dekade terakhir. Menurut laporan McKinsey Global Institute tahun 2020, industri telah mengalami gangguan material yang berlangsung selama satu bulan atau lebih setiap 3,7 tahun rata-rata.

Rantai logistik terganggu selama tahun-tahun Covid-19, sebelum serangan Huthi di Laut Merah mendorong kapal-kapal untuk mengitari Afrika melalui Tanjung Harapan. Pemilik kapal telah mengembangkan fleksibelitas untuk mengubah rute.

"Namun, menyesuaikan arus menuju tujuan lain akan memakan waktu", kata analis firma konsultan Roland Berger lagi, Charpentier.


(sef/sef)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Prabowo Bentuk Satgas Deregulasi Hadapi Ancaman Tarif Impor

Next Article Senjata Makan Tuan! Perang Dagang Jilid 2 Trump Makan Korban Warga AS

Read Entire Article
| | | |