Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam manuver politik dan ekonomi yang mengejutkan, Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Rabu (9/5/2025) waktu setempat mengumumkan penundaan sementara selama 90 hari atas tarif tinggi yang baru saja diberlakukannya terhadap puluhan negara, kecuali untuk China yang justru dinaikkan menjadi 125%.
Keputusan mendadak ini langsung mendorong indeks saham utama AS melonjak tajam dan membawa angin segar ke pasar keuangan global yang sempat dilanda kekacauan.
Langkah mundur ini terjadi kurang dari 24 jam setelah tarif tinggi tersebut resmi diberlakukan. Keputusan Trump dilatarbelakangi oleh gejolak pasar yang sangat dramatis - volatilitas paling tajam sejak masa-masa awal pandemi Covid-19.
Triliunan dolar menguap dari bursa saham dunia, sementara lonjakan tiba-tiba pada imbal hasil obligasi pemerintah AS menarik perhatian Gedung Putih.
"Saya melihat tadi malam bahwa orang-orang mulai merasa mual," kata Trump, dilansir Reuters. "Pasar obligasi sekarang tampak indah."
Sejak kembali ke Gedung Putih pada Januari, Trump dikenal kerap mengeluarkan ancaman tarif terhadap mitra dagang, namun seringkali mencabutnya secara mendadak. Pola kebijakan yang berubah-ubah ini membingungkan para pemimpin dunia dan membuat para pelaku usaha kewalahan menghadapi ketidakpastian ekonomi.
Dalam pernyataan terbarunya, Trump menyebut tarif terhadap negara-negara tertentu akan ditangguhkan selama tiga bulan ke depan, memberi waktu bagi para pejabat AS untuk melakukan negosiasi dengan mitra dagang yang mengajukan permohonan pengurangan tarif.
Namun, tekanan terhadap China-pemasok terbesar kedua barang impor ke AS-tidak dilonggarkan. Sebaliknya, Trump justru menaikkan tarif terhadap barang-barang impor asal China menjadi 125%, naik dari level 104% yang baru diberlakukan tengah malam sebelumnya.
Langkah ini makin memanaskan konfrontasi ekonomi antara dua kekuatan besar dunia yang dalam sepekan terakhir terlibat perang tarif secara intens.
Sektor Strategis
Gedung Putih menegaskan bahwa penundaan ini tidak mencakup seluruh tarif. Tarif umum sebesar 10% atas hampir seluruh barang impor ke AS masih tetap berlaku. Selain itu, tarif yang sudah lebih dahulu diterapkan terhadap mobil, baja, dan aluminium tidak akan diubah.
Kabar ini langsung disambut positif oleh pasar. Indeks saham S&P 500 ditutup naik 9,5%, sementara imbal hasil obligasi pemerintah AS mereda dan dolar AS menguat terhadap mata uang safe haven.
Meski begitu, para analis memperingatkan bahwa lonjakan saham tidak serta-merta menghapus kerusakan ekonomi yang telah terjadi.
Survei menunjukkan bahwa investasi bisnis dan belanja rumah tangga mulai melambat akibat kekhawatiran dampak tarif. Dalam jajak pendapat Reuters/Ipsos, tiga dari empat warga AS memperkirakan harga-harga akan terus naik dalam beberapa bulan ke depan.
Jebakan untuk China
Bank investasi Goldman Sachs menurunkan probabilitas resesi AS dari 65% menjadi 45% pascapengumuman Trump. Namun mereka tetap memperkirakan bahwa tarif yang masih berlaku akan menghasilkan kenaikan tarif rata-rata sebesar 15%, cukup untuk tetap memberi tekanan pada pertumbuhan ekonomi.
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, yang memimpin negosiasi bilateral dengan negara-negara mitra dagang, menyatakan bahwa keputusan Trump mencerminkan strategi negosiasi yang disengaja.
"Ini memang strategi beliau dari awal," kata Bessent. "Anda bahkan bisa mengatakan bahwa beliau memancing China ke dalam posisi yang buruk. Mereka merespons, dan kini dunia melihat siapa yang sebenarnya menjadi aktor jahat."
Bessent menambahkan bahwa negara-negara yang tidak melakukan pembalasan terhadap tarif AS "telah dihargai" melalui penundaan ini. Ia juga menyebutkan bahwa negosiasi akan mencakup isu-isu yang lebih luas, termasuk bantuan luar negeri dan kerja sama militer, selain persoalan ekonomi.
Trump mengatakan bahwa penyelesaian dengan China masih mungkin terjadi, tetapi saat ini pemerintahannya akan memprioritaskan negosiasi dengan lebih dari 75 negara yang telah menghubungi Washington terkait tarif baru tersebut.
Sejauh ini, Trump telah berbicara dengan para pemimpin Jepang dan Korea Selatan, sementara delegasi dari Vietnam dijadwalkan bertemu pejabat AS pada Rabu sore waktu setempat.
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Vietnam Akan Hapus Seluruh Tarif Barang Dari AS
Next Article 'Teror' Tarif Trump Tak Cuma Ancam China, RI Cs di Ujung Tanduk