Viral Gentleman Club di Tetangga RI, Bisnis Booming Pengalaman Pacaran

3 hours ago 3
Daftar Isi

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebuah gedung yang tak mencolok di kawasan pusat bisnis Singapura menyembunyikan sebuah fenomena kehidupan malam yang sedang booming. Di lantai enam, pintu lift terbuka menuju Gentleman Club, sebuah host club di mana para pria perlente bernyanyi dan menari di atas panggung untuk menghibur para pelanggan, yang sebagian besar adalah wanita.

Konsep host club, yang dipopulerkan di Jepang, adalah tempat di mana staf pria melayani klien wanita yang membayar untuk minuman dan ditemani.

Meskipun suasananya menggoda dan genit, layanan yang diberikan oleh para pria ini ditegaskan bersifat non-seksual.

Bisnis Host Club yang Terbuka dan Populer

Gentleman Club, menurut pemiliknya yang hanya ingin dikenal sebagai Glenn (29), bukanlah satu-satunya tempat semacam ini di Singapura. Namun, klubnya adalah yang pertama secara aktif dan terbuka mempromosikan diri di media sosial.

Akun Instagram mereka memiliki lebih dari 11.000 pengikut, yang menarik pelanggan dari berbagai negara, termasuk Indonesia, Thailand, Vietnam, dan China. Glenn mengatakan sekitar 60% host adalah warga Singapura, sisanya sebagian besar berasal dari China.

Beberapa host memilih untuk tidak menampilkan wajah mereka dalam materi promosi klub karena takut dikenali.

Pendapatan Fantastis dan "Pengalaman Pacaran"

Para host di klub ini bekerja berdasarkan komisi dari penjualan minuman beralkohol dan juga mendapat tip dari pelanggan. Pendapatan mereka bisa sangat besar. Ignatius Lien, seorang pembawa acara asal Malaysia, mengatakan ia bisa menghasilkan antara 10.000 dollar Singapura hingga 20.000 dollar Singapura (sekitar Rp 117 juta hingga Rp 234 juta) per bulan.

Rata-rata, seorang host dapat menghasilkan minimal 200 dollar Singapura hingga 300 dollar Singapura semalam. Jay (30), host yang siang hari bekerja di bidang pemasaran real estat, mengklaim mendapatkan 80.000 dollar Singapura hingga 100.000 dollar Singapura per bulan.

Para host menjelaskan, tugas mereka adalah memenuhi kebutuhan pelanggan akan ditemani dan kepuasan emosional.

"Sebagian besar pelanggan kami yang datang ke sini, kami ingin memberi mereka 'pengalaman pacaran' (boyfriend-girlfriend experience)," kata Joachim Teoh (21), seorang host yang baru empat bulan bekerja.

Pelanggan mereka berasal dari segala usia, bahkan Jay mengaku memiliki pelanggan tertua berusia 65 tahun yang datang karena merasa kesepian. Beberapa pelanggan lainnya adalah mahasiswa asing kaya raya yang ingin melepaskan stres, seperti wanita yang baru bercerai atau suaminya berselingkuh.


Batasan Tegas: Non-Seksual dan Stigma Sosial

Meskipun berbagi keintiman emosional, para host menegaskan mereka sangat mematuhi batasan fisik dan menjaga semua interaksi bersifat non-seksual.

"Kami tidak ingin menjadi, jika saya mengatakannya secara langsung, pelacur," tegas Jay. Ia menjelaskan bahwa menetapkan harga pada tubuh akan membatasi pendapatan, berbeda dengan menjadi teman tetap yang dibutuhkan pelanggan saat masa sulit.

Namun, pekerjaan ini menghadapi stigma sosial yang kuat.Teoh mengatakan bahwa banyak orang masih berpikir pekerjaan ini bukan pekerjaan yang baik. Bahkan orang tua Teoh sempat mengira ia tidur dengan pelanggan dan menjadi gigolo sebelum ia meluruskan kesalahpahaman tersebut.

"Beberapa masih sangat tradisional, mereka berpikir ini bukan pekerjaan yang baik untuk ditekuni, Anda akan mengumpulkan karma buruk bekerja di sini," katanya.

(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]

Read Entire Article
| | | |