IHSG Rawan Longsor Habis Lebaran! Ini Data Historisnya dalam 10 Tahun

2 days ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Gara-gara tarif Trump pasar saham RI tampaknya bisa ikutan kacau, melawan arus gerak pasar habis lebaran yang biasanya ditutup hijau.

Jika menilik secara historis, dari menjelang lebaran dulu, pasar saham itu akan bergejolak karena investor melakukan aksi jual sebagai persiapan dana untuk hari raya Idul Fitri.

Kami mengumpulkan data pergerakan IHSG seminggu sebelum lebaran, rata-rata ditutup merah atau cenderung menguat tipis. Sempat paling tinggi itu terjadi pada jelang lebaran 2016 yang menguat lebih dari 4%.

Dan, pada tahun ini jelang lebaran, IHSG malah menguat lebih dari 2%.

Kami mencermati bahwa tahun ini, sebelum lebaran, IHSG mengalami anomali karena bertepatan dengan momentum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dari sejumlah emiten big bank yang sangat dinanti-nantikan oleh investor.

Sebut saja, seperti Bank Mandiri, Bank BRI, dan Bank BNI yang kompak membagikan dividen jumbo, apalagi ditambah kemampuan buyback yang digulirkan tanpa harus minta restu investor membuat harga saham mereka naik sebelum lebaran.

Sayangnya, usai lebaran, saham-saham di Tanah Air, tak hanya big banks, potensi mengalami kontraksi. Hal ini juga anomali dari kondisi secara historis yang biasa-nya menguat.

Secara historis, biasanya setelah lebaran itu banyak masyarakat mendapat THR, setelah sudah dibelanjakan biasanya masih ada sisa, atau memang sebagian memang punya tujuan menyisihkan untuk ditabung, termasuk investasi di pasar saham.

Namun, kondisi itu rasanya tak berlaku pada tahun ini, karena pada awal bulan, Presiden Amerika Serikat (AS) mengguncang dunia dengan tarif resiprokal yang ditetapkan untuk 160 negara, termasuk Indonesia.

Tarif itu membayangi prospek penurunan surplus neraca dagang RI secara signifikan dan potensi mengkerek rupiah jatuh ke level terpuruk sepanjang masa, melewati posisi krisis 1998 silam.

Adapun berikut kinerja secara historis IHSG setelah lebaran.

CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(tsn/tsn)

Read Entire Article
| | | |